Senin, April 29, 2024
Google search engine
BerandaINKLUSIReligi dan SpiritualitasToleransi: Berani Menghampiri dan Mengasihi yang Dibenci

Toleransi: Berani Menghampiri dan Mengasihi yang Dibenci

Taklale.Com,-“Beranilah untuk menjangkau perbedaan. Karena keragaman itulah realitas kemanusiaan kita,” kata kandidat doktor Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Khanis Suvianita yang mengajak orang muda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk lebih terbuka pada fakta keberagaman gender dan seksualitas.

Terhadap keberadaan LGBTIQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer), sebagai bagian dari realitas sosial, Khanis mendorong generasi penerus bangsa agar mampu bersikap dan bertindak dengan benar dan adil.

Hal tersebut ia tegaskan kepada 20 mahasiswa dari kampus-kampus di Kupang dan Maumere setelah Khanis membekali mereka pengetahuan dasar tentang sexual orientation, gender identity, expression, and sexual characteristic (SOGIESC). Perjumpaan pun kemudian mereka lakukan dengan komunitas LGBTQ yang tergabung dalam Independent Men of Flobamora (IMoF) dan Pelangi Kota Karang.

Proses ini bagian dari training & story grant bertema Anak Muda Suarakan Keberagaman yang digelar di sebuah tempat di pinggiran pantai Kota Kupang pada 18-21 Juni 2021 oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK) dan IMoF, didukung USAID dan Internews.

Peneliti keberagaman gender dan seksualitas dalam framing keagamaan di Indonesia timur Khanis Suvianita dalam training SEJUK di Kupang (19/6

Mengakhiri kebencian terhadap umat Islam Kupang

Selain menjumpai dan berinteraksi langsung dengan komunitas LGBTQ, mereka juga mengunjungi kelompok minoritas lainnya di Kupang: jemaat Ahmadiyah dan Masjid Nur Musafir. Membangun jembatan damai di tengah realitas yang beragam dan mengabarkannya ke publik adalah tujuan dari kegiatan yang melibatkan mahasiswa-mahasiswi yang aktif di media (media sosial, komunitas, kampus maupun media mainstream).

Ketika melihat langsung orang Kristen dan Islam berpelukan di depan masjid Nur Musafir yang pernah ditolak dibangun di Kupang, Yose yang beragama Katolik merasa tergetar imannya.

“Indah sekali,” kesan Yose menceritakan kembali pengalamannya pertama kali memasuki masjid ditingkahi Zarniel Woleka, salah seorang jemaat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), memeluk Muhammad K. B., sekretaris panitia pembangunan Masjid Nur Musafir (20/6).

Pemandangan itu sangat kontras dengan masa lalunya yang penuh kebencian dan prasangka terhadap umat Islam. Saat duduk di SMP Yose bahkan pernah melempar batu ke arah masjid di dekat tempat tinggalnya dan menyebabkan salah satu muslim luka serius di wajahnya. Untungnya kasus tersebut tak berlanjut ke proses hukum.

Selain mengingatkan “dosa” masa kecilnya, berkunjung ke masjid yang pernah mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan pada 2016 harus diresmikan kembali, setelah tahun 2003 sempat dilakukan peletakan batu pertama – kemudian mengalami 13 tahun penolakan – membuat benak Yose bergumul menyelami dampak-dampak peminggiran yang menimpa umat Islam di Kupang.

“Masyarakat mengucilkan, bahkan sampai melempar batu. Hidup mereka tidak tenang,” sesal Yose atas berbagai bentuk diskriminasi dan intoleransi yang dialami minoritas umat Islam di Kupang yang memperjuangkan haknya untuk mendirikan masjid

Komunitas LGBTQ yang tergabung dalam IMoF dan Pelangi Kota Karang bersama peserta training

 

Momen perjumpaan ini mengubah Yose kecil yang memusuhi Islam menjadi bersimpati. Beruntungnya, berkat bantuan advokasi, termasuk penggalangan dana, dari KOMPAK, Masjid Nur Musafir dapat tegak berdiri sampai hari ini di kota yang penduduknya mayoritas memeluk Kristen dan Katolik. Pemerintah ikut memfasilitasi lewat Peraturan Wali Kota Kupang yang diterbitkan 2016 untuk mempermudah proses perizinan dan pendirian rumah ibadah.

Story Grant: Produksi Karya Toleransi

Proses penyerapan pemahaman kebebasan beragama, hak asasi manusia (HAM), dan keberagaman gender dan seksualitas oleh para peserta dilanjutkan dengan perjumpaan komunitas-komunitas marginal. Untuk menguatkan keterampilan memproduksi karya jurnalistik, dalam pelatihan empat hari ini mereka juga mendapatkan teori tentang feature dan prinsip-prinsip jurnalisme keberagaman.

Pengelolaan media oleh orang muda untuk membuka ruang-ruang yang lebih luang menyuarakan kelompok rentan dalam pemberitaan adalah tujuan strategis kegiatan ini. Karena itu, para peserta mendapatkan kesempatan berdiskusi langsung dengan Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, Pemimpin Redaksi Timexkupang.com (Timor Express Kupang online) Marthen Bana, dan jurnalis Maumere TV Rini Kartini.

Pesan utama yang dimajukan Marthen Bana yang sekaligus Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang ini adalah bagaimana agar orang muda di era digital mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memanfaatkan media untuk menjadi ruang aman bagi realitas keberagaman. Karena itu, sambung Marthen, sebagai entitas yang mempunyai pengaruh besar terhadap cara pandang setiap orang, media bertanggung jawab menyampaikan kebenaran yang berkeadilan, terutama yang memihak terhadap korban.   

“Media itu harus mengedukasi dan mencerahkan pembaca, membela korban intoleransi dan yang terdiskriminasi,” tegas Marthen.

Persis setelah Marthen Bana menyampaikan prinsip jurnalisme keberagaman, para peserta mempresentasikan proposal liputan dan produksi konten bertema keberagaman dalam sesi coaching. Dari 20 proposal yang diajukan, para coach dan mentor memilih 10 yang berhak diteruskan mendapat story grant dengan masing-masing beasiswa liputan Rp3.000.000. Mereka adalah:

1. Belajar Hidup Rukun dari Kemajemukan Masyarakat Amanuban Timur – Yufri Lenamah, Universitas Nusa Cendana Kupang

2. Dua Dekade Anak Muda di Pengungsian Eks-Timor Timur – Dedy Syaifulhaq Lamakluang, Univ. Muhammadiyah Kupang

3. Hidup Sebagai Seorang Muslim di Kota Kupang – Atia Kurniawati Jamal, Universitas Nusa Cendana Kupang

4. Kisah Perempuan yang Menikah dengan Lelaki Lio Mego – Maria Dewinta Bara, Universitas Nusanipa Maumere

5. Lepo Gete dan Identitas Terlupakan – Marlinda Oferus, Universitas Nusanipa Maumere

6. LGBTIQ dan Pengembangan Spiritul di Gereja – Ernesto Aldo Yunior Maia, Univ. Nusa Cendana Kupang

7. Mengenal Waria Wuring – Karolina Karmadina, Universitas Nusanipa Maumere

8. Rasanya Hidup Menjadi Perempuan yang ‘Berbeda’ – Maria Katarina Naru, Universitas Nusanipa Maumere

9. Suara Sunyi Korban-Anak Kekerasan Seksual – Maria Elfika Simplisia, Universitas Nusanipa Maumere

10. Tenun dan Perempuan Pengungsi Rokatenda – Meylinda Putri Yani Mukin, Universitas Nusanipa Maumere

Selamat berkarya untuk 10 peserta yang proposalnya mendapat story grant. Kepada peserta lainnya semoga berlipat semangat dalam mengabarkan keberagaman kepada publik agar tercipta lebih banyak ruang aman bagi kelompok rentan dan demi inklusi di bumi.

Seluruh proses training dan coaching ini menerapkan protokol kesehatan. Panitia, narasumber dan peserta bisa terlibat setelah melalui rapid test antigen yang hasilnya negatif. []

sumber : SEJUK.ORG / by Redaksi23/06/2021 in Agama, Gender

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments