oleh : Pdt. Otje Hehanussa
Perayaan Pentakosta dalam umat Kristen berakar kuat pada festival Yahudi Shavuot, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Minggu-Minggu. Shavuot, yang diadakan lima puluh hari setelah Paskah, adalah salah satu festival ziarah utama Yahudi, awalnya merayakan akhir panen gandum di Israel dan melibatkan membawa persembahan buah sulung (bikkurim) ke Kuil.
Tradisi perayaan unduh-unduh yang banyak dirayakan gereja-gereja di Indonesia saat ini sebenarnya lebih sejajar dengan perayaan Shavuot ini, dan bukan perayaan Pentakosta yang ada di Perjanjian Baru. Namun karena ini juga perayaan yang dijelaskan di Alkitab maka tidak perlu dipersoalkan.
Ini juga adalah salah satu cara Gereja dewasa ini merayakan Pentakosta dengan ucapan syukur atas segala berkat Tuhan dalam hidupnya. Shavuot juga memperingati wahyu di Gunung Sinai, tempat orang Israel menerima Taurat.
Aspek ini menekankan hubungan perjanjian antara Allah dan Israel dan pemberian Hukum.Dalam tradisi Kristen menurut Perjanjian Baru, Pentakosta, yang berarti “kelima puluh” dalam bahasa Yunani, dirayakan pada hari kelima puluh setelah Paskah, atau sepuluh hari setelah kenaikan Yesus ke Surga untuk menandai turunnya Roh Kudus ke atas para rasul dan pengikut Yesus lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam Kisah Para Rasul 2.
Jadi sama seperti Shavuot yang merupakan perayaan atas pemberian Taurat yang menuntun hidup orang Yahudi, Pentakosta merayakan pemberian Roh Kudus yang menuntun hidup orang beriman. Pentakosta juga sering disebut sebagai “hari lahir Gereja” karena menandai dimulainya pelayanan publik para rasul dan penyebaran iman Kristen atau ajaran Yesus Kristus.
Umat Kristen mula-mula merayakan Pentakosta dengan doa, puasa, dan baptisan, dengan menekankan kuasa transformatif Roh Kudus. Di Gereja mula-mula, Pentakosta adalah salah satu hari raya paling penting, nomor dua setelah Paskah. Itu dirayakan dengan ibadah berjaga-jaga pada malam hari raya dan diadakan liturgi khusus pada hari raya itu.
Liturginya berupa pembacaan kitab suci, himne, dan doa, yang puncaknya adalah pada perayaan Ekaristi. Umat Kristen mula-mula memandang Pentakosta sebagai puncak musim Paskah, waktu merayakan pencurahan Roh Kudus dan awal misi Gereja di dunia.Pada periode para rasul dan bapa-bapa Gereja, Pentakosta dirayakan tidak hanya sebagai peringatan sejarah tetapi juga sebagai saat inisiasi dan pembaharuan bagi orang-orang yang baru bertobat.
Pembaptisan biasanya dilakukan pada hari ini sebagai tanda penerimaan Roh Kudus oleh orang-orang yang baru percaya, serupa dengan pengalaman para rasul pada hari Pentakosta pertama. Tertullianus (c. 155–240 M) menekankan Pentakosta sebagai pembaruan dan pemberian karunia rohani.
Tertulianus menekankan peran Roh Kudus dalam membimbing dan memperkuat Gereja. Origenes (c. 184–253 M) melihat Pentakosta sebagai penggenapan janji Yesus untuk mengirimkan Penghibur (Roh Kudus) sebagai kekuatan transformatif. Dia menekankan pentingnya karunia yang diberikan kepada orang percaya untuk pembangunan Gereja.
Gregorius dari Nyssa (335-395 M) menekankan kuasa Roh Kudus yang mentransformasi hidup orang percaya. Ia mengajarkan bahwa Roh Kudus menguduskan dan memberdayakan orang percaya, memampukan mereka menjalani kehidupan Kristen.
Yohanes Chrysostomos (c. 347-407 M) mendorong umat Kristen untuk mencari karunia Roh Kudus dan menjalani kehidupan yang mencerminkan kuasa Roh Kudus yang transformatif.
Agustinus dari Hippo (354-430 M) memandang Pentakosta sebagai penggenapan janji Yesus untuk mengirimkan Roh Kudus dan sebagai hari lahir Gereja. Dalam khotbahnya, ia kerap mengaitkan peristiwa Pentakosta dengan kesatuan dan universalitas Gereja.
Di periode abad pertengahan, Pentakosta terus menjadi hari raya penting dalam kalender liturgi Kristen. Perayaan tersebut sering kali mencakup misa khusus, prosesi, dan berbagai tradisi rakyat yang berbeda-beda di setiap wilayah.
Tema Pentakosta pada masa ini sangat terfokus pada karunia Roh Kudus, seperti hikmat, pengertian, dan keberanian. Praktik liturgi termasuk melantunkan himne seperti “Veni Creator Spiritus” (Datanglah, Roh Pencipta), yang berasal dari abad ke-9 dan masih digunakan dalam perayaan modern. Liturginya juga memasukkan bacaan-bacaan dari Kisah Para Rasul, yang menekankan kesatuan dan keragaman komunitas Kristen mula-mula.
Di periode Renaisans, terkait dengan berkembangnya seni dan musik, maka berkembang juga seni dan musik bertema Pentakosta, dengan karya-karya terkenal dari para seniman. Titian dan Giotto misalnya menggambarkan turunnya Roh Kudus dalam lukisan dinding dan lukisan yang semarak, yang sering dipajang di gereja-gereja untuk menginspirasi pengabdian dan refleksi. Komposer terkenal seperti Johann Sebastian Bach menggubah “Kantata untuk Pentakosta”.
Di masa Reformasi, perayaan Pentakosta sangat bervariasi. Para reformator Protestan seperti Martin Luther dan John Calvin mempertahankan festival tersebut tetapi menekankan aspek kitab suci dan doktrin dibandingkan ritual tradisional. Misalnya, Luther memandang Pentakosta sebagai waktu untuk menegaskan kembali ajaran Roh Kudus sebagai penafsir Kitab Suci yang sebenarnya.
Dalam tradisi Kristen kontemporer, Pentakosta tetap menjadi hari raya besar dengan liturginya yang menarik, terutama di lingkungan Katolik Roma, Ortodoks Timur, Anglikan, dan Lutheran. Kebaktian khusus diadakan dengan dekorasi merah cerah yang melambangkan api Roh Kudus, dan doa bersama untuk pembaruan dan bimbingan.
Munculnya Gerakan Pentakosta dan Karismatik di awal abad ke-20, memberikan penekanan yang lebih kuat pada aspek pengalaman kehadiran Roh Kudus, seperti berbahasa roh, bernubuat, dan penyembuhan. Bagi Gerakan Pentakosta dan Karismatik, Pentakosta bukan hanya sebuah peringatan sejarah tetapi juga sebuah pengalaman berkelanjutan akan kehadiran aktif Roh Kudus dalam kehidupan Gereja.
Pentakosta terus menginspirasi dan menumbuhkan serta membarui iman umat Kristen di seluruh dunia. Melalui doa, ibadah, dan kegiatan komunal, Pentakosta menjadi pengingat yang kuat akan kesatuan dan keragaman yang dibawa oleh Roh Kudus ke dalam iman Kristen.
Beberapa kebiasaan dalam perayaan Pentakosta sejak era Gereja Perdana dan era Bapa-Bapa Gereja sampai dengan abad pertengahan
[1] Pembaptisan. Sama seperti Roh Kudus turun ke atas para rasul, orang yang baru bertobat menerima Roh Kudus melalui sakramen baptisan. Baptisan ini dilakukan untuk memperlihatkan kesinambungan pekerjaan Roh Kudus sejak Pentakosta pertama sampai dengan keberadaan Gereja sat itu. Jadi baptisan untuk menerima Roh Kudus bukan baru terjadi setelah muncul Gerakan Pentakosta Karismatik. Juga baptisan ini menandai penerimaan anggota baru.
[2] Menabur Mawar Paskah. Di beberapa daerah, seperti di Gereja Barat, sudah menjadi kebiasaan untuk menebarkan kelopak mawar dari atas atap gereja untuk melambangkan lidah api yang turun ke atas para rasul. Karena kebiasaan melakukan praktik ini maka Pentakosta juga disebut sebagai “Pascha Rosatum” atau “Mawar Paskah”. Gereja Timur merayakan Pentakosta dengan penuh kekhidmatan. Liturginya terkesan rumit, termasuk prosesi dan nyanyian himne serta doa tertentu. Gereja Ortodoks Timur tetap merayakan Pentakosta dengan kebaktian khusus yang disebut “Vesper Berlutut”, yang mencakup doa memohon turunnya Roh Kudus. Vesper adalah liturgi doa malam.
[3] Nyanyian Rohani dan Doa Liturgi. Di dalam liturgi perayaan, warga Gereja menyanyikan nyanyian pujian seperti “Veni Creator Spiritus” (Datanglah, Roh Pencipta) serta memohon kehadiran dan bimbingan Roh Kudus. Bacaan liturgi berfokus pada peristiwa Kisah Para Rasul 2, karunia Roh Kudus sebagaimana dijelaskan dalam 1 Korintus 12, dan peran Roh Kudus dalam kehidupan Gereja.
[4] Makan bersama. Komunitas Kristen mula-mula sering merayakan Pentakosta dengan makan bersama dan berkumpul. Pertemuan-pertemuan ini merupakan ekspresi kesatuan dan persekutuan yang diwujudkan oleh Roh Kudus.
Sepanjang periode abad pertengahan, Pentakosta terus dirayakan dengan penuh semangat. Pesta itu mulai ditandai dengan liturgi yang rumit, termasuk nyanyian pujian, antifon khusus atau potongan pujian pendek yang biasa diambil dari Mazmur, dan penggunaan gambaran simbolis seperti api dan angin.
Di era modern saat ini Pentakosta tetap dirayakan dengan liturgi khusus dan Nyanyian pujian seperti “Veni Creator Spiritus” (Datanglah, Roh Pencipta) dan “Roh Tuhan yang Hidup” biasanya dinyanyikan, memohon kehadiran dan bimbingan Roh Kudus.
Banyak gereja menampilkan paduan suara dan instrumentalis untuk memeriahkan perayaan. Pembacaan Alkitab difokuskan pada Kisah Para Rasul 2, 1 Korintus 12, dan Yohanes 20, dengan fokus pada pekerjaan Roh Kudus.
Gereja dihiasi dengan dekorasi merah, melambangkan nyala api Roh Kudus. Pendeta atau Pastor sering kali mengenakan jubah merah, dan jemaah mungkin dianjurkan untuk mengenakan jubah merah juga.
Beberapa jemaat mengadakan jamuan makan bersama atau makan malam seadanya, untuk memupuk rasa kebersamaan dan berbagi. Di beberapa wilayah, gereja menyelenggarakan kebaktian atau prosesi di luar ruangan, yang melambangkan misi Gereja untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia.
Banyak gereja mempunyai kegiatan khusus untuk anak-anak, termasuk kerajinan tangan, permainan, dan pelajaran tentang Pentakosta. Program-program ini membantu mengajar orang-orang muda tentang pentingnya Roh Kudus.
Pentakosta juga menjadi kesempatan untuk kebaktian ekumenis, di mana umat Kristiani dari berbagai denominasi berkumpul untuk merayakannya. Ibadah-ibadah ini menekankan kesatuan Gereja dan pengalaman bersama akan Roh Kudus. Dalam beberapa konteks, Pentakosta dipakai sebagai kesempatan untuk berdialog antaragama, terutama dengan komunitas Yahudi, mengeksplorasi warisan bersama dan perkembangan berbeda dari Shavuot dan Pentakosta.
#### Pengabdian dan Praktek Pribadi1. **Doa dan Meditasi**: – **Novena Roh Kudus**:
Menjelang Pentakosta, beberapa orang Kristen berpartisipasi dalam doa devosi sembilan hari (novena) kepada Roh Kudus, mencari pembaruan dan pemberdayaan. –
**Doa Pribadi**: Individu dapat mendedikasikan waktu doa pribadi untuk meminta bimbingan, penghiburan, dan kekuatan Roh Kudus dalam hidup mereka.
**Pembacaan Kitab Suci**: – **Kisah Para Rasul 2 dan Ayat-ayat Terkait**: Umat Kristiani sering membaca dan merenungkan Kisah Para Rasul 2 dan ayat-ayat Alkitab lainnya yang berkaitan dengan Roh Kudus, sehingga memperdalam pemahaman dan apresiasi mereka terhadap Pentakosta.
Di hari Pentakosta banyak orang Kristen terlibat dalam tindakan pelayanan pastoral, seperti menjadi sukarelawan di tempat penampungan, mengunjungi orang sakit, atau mendukung kegiatan amal.
Di sebagian Eropa, khususnya di negara-negara dengan tradisi liturgi yang kuat seperti Italia, Jerman, dan Skandinavia, Pentakosta (dikenal sebagai Whitsun) adalah hari libur umum dengan berbagai perayaan budaya.
Di banyak negara Afrika, Pentakosta dirayakan dengan kebaktian yang meriah, termasuk menari, menabuh genderang, dan menyanyi, yang mencerminkan sifat dinamis dan komunal dari pekerjaan Roh Kudus.
Demikian sedikit penjelasan tentang tradisi perayaan Pentakosta. Semoga semakin menambah pengetahuan kita.