oleh : Pdt.Frans Nahak
Shalom dan selamat memasuki Bulan Budaya.
Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Kekerasan? Itu adalah salah satu judul buku yang ditulis oleh Baskara T. Wardaya. Dalam buku itu Wardaya menyebut jenis-jenis kekerasan budaya. Dalam renungan ini, saya hanya mengutip beberapa jenis kekerasan budaya. Namun, apa yang dimaksud dengan kekerasan budaya? Wardaya mendefinisikan sebagai berikut: kekerasan budaya adalah kekerasan struktur, kuasa dalam struktur dan kekerasan langsung. Kekerasan itu muncul dalam etnis, agama, maupun ideologi. Namun ia menegaskan bahwa kekerasan budaya bukan karakteristik yang melekat pada suatu budaya secara keseluruhan, tetapi praktik-praktik budaya yang melanggar hak asasi manusia.
Jenis-jenis kekerasan budaya , yaitu: pertama, kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan ini sering kali didasarkan atas norma-norma budaya yang merendahkan dan mendiskriminasi perempuan. Kedua, kekerasan terhadap anak. Kekerasan ini adalah praktik budaya seperti pernikahan dini dan kerja paksa. Ketiga, kekerasan berbasis agama. Diskriminasi terhadap agama yang merasa diri mayoritas menekan yang minoritas. Keempat, kekerasan dalam sistem patriarki, yakni kuasa yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki. Kelima, kekerasan kepemimpinan feodalisme.
Hari ini kita berada di minggu pertama Bulan Budaya. Bacaan kita saat ini tentang Saul, raja Israel pertama yang mengejar Daud untuk membunuh. Sesudah Saul mengalahkan orang-orang Filistin, kembalilah ia mengejar Daud (ay. 1-2), yang ketika itu Daud ada di gunung En-Gedi. Daud bersama-sama dengan orang-orangnya menyembunyikan diri dalam sebuah gua.
Mengapa Saul hendak membunuh Daud?
Pertama, Saul takut akan kedudukannya sebagai raja diambil alih oleh Daud. Selama ada Daud, maka takhta kerajaan yang akan diwariskan kepada keturunannya terancam. Daud yang kerja baik, kerja jujur, hidup tulus menjadi ancaman bagi kepemimpinannya. Oleh karena itu, jalan satu-satu Daud harus disingkirkan.
Kedua, iri terhadap Daud karena Tuhan menyertai Daud sehingga memberi kemenangan dan keberhasilan dalam peperangan. Padahal kemenangan dan keberhasilan Daud adalah kemenangan dan keberhasilan bagi pemerintahan dan rakyatnya. Namun Saul tidak melihat ini karena ingin mempertahankan kedudukannya.
Ketiga, perhatian rakyat kini tidak lagi tertuju kepada Saul sebagai raja, namun kepada Daud. Saul tidak lagi menjadi pusat perhatian tetapi Daud yang kini menjadi pusat perhatian.
Keempat, hasutan orang-orang dekat kepada Saul, bahwa Daud hendak berkhianat kepada Saul (ay. 10). Kata Daud, “mengapa engkau mendengarkan orang-orang yang mengatakan: sesungguhnya Daud mengikhtiarkan celakamu?” Ada orang dalam yang berbisik kepada Saul. Mungkin orang ini diberi jabatan khusus.
Lalu mengapa Daud melarikan diri, padahal ia juga memiliki orang-orang bisa berperang. Tuhan menyertai Daud, bukan? Dia bisa melakukan kudeta sebab kini Daud menjadi perhatian rakyat. Ia memiliki kekuatan massa.
Ada beberapa alasan: pertama, Daud takut akan Tuhan, hal itu dinyatakan ketikan ia memiliki kesempatan untuk membunuh Saul. Ia juga dihasut untuk membunuh Saul (ay. 5). Lalu berkatalah orang-orang kepada Daud: “telah tiba hari yang dikatakan Tuhan kepada-Mu: sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kau pandang baik.” Hasutan orang –orang Daud membawa nama Tuhan, melegitimasi kekerasan dengan pembalasan atas nama Tuhan. Namun Daud tidak melakukan hal itu. Selain takut akan Tuhan, Daud melihat Saul bukan sebagai musuh tetapi sebagai tuanya, (Tuanku raja! Ay. 9) dan melihat Saul sebagai ayah (ayahku ay. 12). Ia berdoa agar hasutan dijauhkan dari padanya (ay. 7). Bukan seperti Saul yang termakan oleh hasutan yang tidak ada kebenarannya.
Kedua, tidak boleh melakukan kejahatan kepada orang yang diurapi Tuhan. Daud mewakili pandangan orang Yahudi Kuno, bahwa seorang pemimpin yang diurapi Tuhan mewakili kehadiran Tuhan untuk memimpin umat-Nya. Orang Israel sangat menghormati dan menjunjung tinggi seorang nabi, pemimpin yang hadir di tengah-tengah mereka.
Ketiga, ada penafsir yang mengatakan bahwa Daud tidak berani membalas Saul karena ketakutan Daud, karena dia masyarakat kecil, tidak bisa melawan pemerintah yang memilik kuasa. Hal itu terlihat dalam ayat 15. “Terhadap siapakah raja Israel keluar berperang? Siapakah kau kejar? Anjing mati! Seekor kutu saja!” Jika Daud melawan akan berdampak juga terhadap keluarganya.
Keempat, Saul adalah raja pertama Israel, jika Saul dibunuh atau terjadi kudeta maka akan berdampak terhadap stabilitas politik, sosial, ekonomi, apalagi musuh-musuh ada di sekitar mereka.
Kelima, Tuhan mengizinkan Daud untuk mengalami hal ini agar dia dibentuk menjadi seorang raja yang memiliki pengalaman iman dengan Tuhan. Dengan kata lain, Bakker, Daud dikejar-kejar merupakan pendidikan lapangan bagi Daud sebelum ia menjadi raja. Pengalaman iman dengan Tuhan akan membuat dia tidak melupakan akan kepemimpinan Tuhan.
Keenam, Daud yakin bahwa Tuhan yang menjadi hakim, karena itu ia tidak mau menjadi hakim (ay. 13). Pembalasan adalah haknya Tuhan.
Daud tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, namun ia membalas kejahatan dengan tindakan yang bijak dengan memotong punca jubah Saul. Kejahatan dibalas dengan kebijakan akan membuat kejahatan tak berdaya di hadapannya. Jika membalas kejahatan dibalas kebaikan, maka akan membuat orang yang berbuat jahat sadar (ay. 18).
Ayat 20-22, menyingkapkan rencana kejahatan Saul kepada Daud, namun kejahatan itu tidak bisa terlaksana sehingga Saul meminta kepada Daud agar keturunannya tidak terhapus dalam sejarah bangsa Israel.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Hari ini kita berada dalam minggu pertama Bulan Budaya. Dari bacaan ini ada beberapa pokok renungan:
Pertama, melalui bulan budaya minggu ini, kita melihat dalam struktur organisasi baik di pemerintahan, dalam gereja, bahwa ada peluang untuk praktik-praktik kekerasan, antara atasan dan bawahan, Ketua Majelis dan Majelis, pendeta terhadap penatua, diaken dan pengajar. Presbiter terhadap jemaat di rayon atau gugus. Ada jemaat yang berbisik kepada saya, “hai pak pendeta, bapak tua terlalu kasar di rayon, main ancam-ancam”. Hal itu salah satu contoh kekerasan.
Dalam budaya Patriarki, suami merasa diri kepala keluarga, sumber pencarian ekonomi keluarga, maka wewenang-wenangnya mengancam istri dan anak-anak, dst.. Dalam bacaan ini, Saul sebagai seorang raja sewenang-wenangnya mengejar Daud untuk membunuh.
Dari firman Tuhan saat ini kita belajar bahwa kuasa yang kita peroleh dari budaya, struktur, bukan untuk menindas melainkan melayani. Kuasa dipakai untuk melayani dan hal itu yang harus dibudayakan.
Kedua, dari firman Tuhan saat ini kita belajar bahwa jabatan, kedudukan, hanya sementara, bukan kekal, bukan diturunkan atau diwariskan kepada keluarga. Jabatan adalah pemberian Tuhan. Jika kita membaca cerita ini, jabatan raja tidak lagi diwariskan kepada anak-anak Saul tetapi kepada Daud. Tuhan telah mengambil jabatan itu dan diberikan kepada Daud. Jabatan adalah pemberian Tuhan, maka Tuhan berwewenang penuh untuk memberikan kepada orang lain.
Dari firman Tuhan saat ini, mari kita membudayakan kelanjutan kepemimpinan kepada orang lain dengan rendah hati.
Ketiga, mari kita melihat sesama kita yang berprestasi, sukses, berhasil, bahkan mungkin keberhasilan, kesuksesan dan prestasinya lebih dari kita bukan sebagai saingan. Saul melihat keberhasilan Daun menjadi ancaman bagi dirinya, bukan melihat keberhasilan Daud adalah keberhasilan kepemimpinan-Nya dan untuk rakyat.
Dari firman Tuhan kita belajar untuk melihat keberhasilan sesama kita adalah kebanggaan kita bersama sebagai anggota persekutuan. Mari budayakan itu dalam rumah dan keluarga.
Keempat, melihat orang yang merencanakan kejahatan kepada kita bukan sebagai musuh melainkan, kawan, sahabat, guru, dll. Daud melihat Saul yang mengejar dan hendak membunuhnya bukan sebagai musuh melainkan tuan bahkan ayah.
Kelima, membalas kejahatan dengan kebaikan itulah yang harus dibudayakan di zaman ini, yakinlah bahwa Tuhan hakim yang adil antara dia dan Anda, saya dan dia.
Keenam, jadilah orang dekat, “pembisik” yang benar kepada pimpinanmu sahabatmu, orang tuamu, istrimu, suamimu, dll., Salah satu faktor yang membaut Saul marah karena orang di sekitarnya menghasut dia. Juga Daud, ada kesempatan untuk membunuh Saul di dalam gua karena ada hasutan dari orang yang sama-sama dengan dia. Mereka melegitimasi kejahatan atas nama Tuhan, namun ia tidak mau melakukan karena kekerasan tidak boleh dilakukan atas nama apa pun. Amin. (FN)