oleh : Pdt. Frans Nahak
Kota Korintus menjadi salah satu pusat kota yang maju di kerajaan Romawi. Penduduknya memiliki kepercayaan bervariasi. Budaya Helenisme mempengaruhi secara luas di berbagai bidang kehidupan.
I Korintus 15:1-11 merupakan respons Paulus karena adanya penyangkalan tentang kebangkitan tubuh (ay. 12). Sebab dalam konteks kebangkitan tubuh, sudah ada ajaran dari orang Yahudi maupun orang Yunani namun berbeda dengan yang diajarkan Paulus. Ada ajaran paganisme yang mengajarkan magic di kuburan, yaitu pemanggilan roh nenek moyang yang dianggap genius. Mereka juga mempraktikkan baptisan orang mati (1 Kor. 15:29) dan kremasi. Praktik-praktik ini adalah bagian dari religiusitas orang Korintus. Mereka juga mengkultuskan Kaisar. Kemudian pengaruhi dualisme Helenistis dengan menekankan kepada hal “spiritual,” dan menganggap hal jasmani tidak penting dan menyangkal kebangkitan tubuh.
Jemaat di Korintus mengalami kebingungan atau pemahaman yang kurang jelas akan keyakinannya terhadap Injil yang telah disampaikan oleh Paulus kepada mereka. Keadaan ini telah menimbulkan berbagai masalah, baik masalah teologi dan masalah etik di dalam komunitas Kristen.
Paulus ingin memberi tahu kepada mereka tentang sesuatu yang dulu mereka telah tahu, akan tetapi mereka lupa atau tidak mengindahkannya lagi. Ia menginginkan agar mereka memiliki keyakinan yang benar kepada Injil yang diberitakan kepada mereka. Paulus menjelaskan tentang isi dan kualitas Injil dari sebelum dan sampai dengan era kebangkitan Yesus (3-4). Kemudian pasca era kebangkitan Yesus (5-8).
Paulus mulai dengan menuturkan apa yang diketahui dan dipercayai tentang Yesus Kristus.
Ia menyatakan bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, itulah inti berita Injil. Namun telah bangkit. Kematian-Nya bukan merupakan suatu kebodohan, tetapi Yesus “telah diserahkan karena pelanggaran kita” (Rom. 2:25), Ia “telah diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya” (Kis. 2:23).
Kebangkitan Kristus sungguh-sungguh bahwa Ia kembali hidup. Ia dibangkitkan pada hari yang ketiga. Kata kerja “Ia dibangkitkan” adalah bentuk waktu yang menunjukkan keterangan waktu yang masih berlangsung. Kebangkitan Yesus Kristus adalah suatu peristiwa yang mempunyai signifikansi secara kontinyu sampai masa kini dan bahkan masa depan.
Yesus Kristus Ia menampakkan diri kepada Kefas (band. 1 Kor. 1:2; Luk. 24:34; Gal. 2:7, 8). Petrus dalam surat Paulus selalu disebut Kefas. Petrus sangat dikenal di Korintus (1 Kor. 1:12; 3:22; 9:5). Paulus menekankan bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah suatu realitas historis objektif suatu eksistensi “tubuh” dan bukan dalam bentuk eksistensi “spiritual”.
Kemudian Ia menyebutkan kedua belas murid Yesus. Jumlah dua belas itu sudah formal untuk menyebut kesaksian para rasul yang telah mengikuti Yesus dari sejak Dia hidup dan terus menjadi saksi peristiwa penyaliban Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya.
Paulus mencatat kesaksian-kesaksian lain, walaupun tidak ada laporan bahwa Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus. Namun ia menuturkan ini dengan tujuan sebagai penegasan dari peristiwa kebangkitan Yesus Kristus. Bahwa jemaat di Korintus yang ingin membuktikannya, mereka dapat memeriksa fakta-faktanya dari para saksi-saksi yang masih hidup.
Yesus Kristus juga menampakkan diri kepada Yakobus juga tidak dicatat di tempat-tempat lain. Pada akhirnya, Yesus Kristus menampakkan diri kepada semua rasul, kepada semua saksi perdana yang di Yerusalem. Tujuan dari semua ini adalah untuk menegaskan akan kebangkitan Kristus adalah benar-benar sahih. Kebangkitan Kristus adalah realitas historis yang objektif dengan adanya banyak saksi kebangkitan tersebut.
Kini Paulus tiba pada diri sendiri sebagai saksi kebangkitan Yesus Kristus. Ia muncul yang paling akhir dari semuanya. “Kristus menampakkan diri juga kepadaku, sehingga aku berhak untuk disebut sebagai rasul” (1 Kor. 1:1; 9:1). Ia menggunakan kata kerja yang sama untuk penampakan ini di jalan menuju Damsyik, seperti yang dipergunakannya untuk penampakan-penampakan lainnya (Kis. 9:17; 26:16).
Kedudukannya sebagai rasul sama sekali tidaklah lebih rendah dari pada kedudukan yang lainnya, bahkan kalaupun Yesus Kristus menampakkan diri-Nya belakangan kepadanya dan dengan cara yang unik, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.
Paulus diduga sedang mengangkat sebuah istilah penghinaan yang dilontarkan padanya oleh lawan-lawannya di Korintus. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya berarti kepada janin dari seorang ibu yang hamil tetapi mengalami keguguran. Akan tetapi berdasarkan konteks terdapat kecenderungan bahwa Paulus sedang membandingkan realitas hidupnya sekarang sebagai rasul Yesus Kristus dengan sebelum menjadi seorang rasul. Ia dulu adalah penganiaya para pengikut Yesus Kristus tetapi jika sekarang telah menjadi orang percaya dan itu adalah kasih karunia semata.
Paulus mengatakan bahwa ia layak mendapatkan tempat yang paling bawah karena ia adalah yang paling hina, sebab ia seorang penganiaya jemaat Allah. Tuhan mentransformasi sang penganiaya menjadi seorang misionaris yang besar. Transformasi yang sespektakuler adalah kasih karunia semata dan untuk memenuhi tujuan Tuhan melalui hidupnya (Ef. 3:8; band. 1 Tim. 1:15, 16; Rm. 1:5; 1Kor.3:10). Pada akhir penuturannya, Paulus menekankan bahwa tidak menjadi masalah siapa yang memberitakan Injil, apakah dirinya atau para rasul dan misionaris lainnya (baik aku, maupun mereka). Mengapa? Karena masing-masing orang hannyalah seorang hamba yang menunaikan tugas yang ditetapkan Tuhan untuk pekerjaannya dengan setia (1 Kor. 3:5-10 band. Ibr. 1:4). Oleh karena itu ia menyatakan ungkapan syukur dengan bekerja keras.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Pertama, kebangkitan Kristus secara tubuh (Yesus menunjukkan bekas luka pada murid-murid-Nya), tidak hanya menekankan hal-hal rohani tetapi juga hal jasmani. Oleh karena itu, orang Kristen tidak boleh memisahkan hal-hal rohani dan hal-hal jasmani, sebab jika kita memisahkan hal rohani dan jasmani maka kita hanya memahami kehadiran Tuhan di tempat-tempat ibadah. Tuhan tidak ada di kebun, di rumah, tidak ada di sekolah, tidak ada di kantor, tidak ada di meja makan, tidak ada saat dua orang muda mudi yang sementara berpacaran, dst.
Kebangkitan Yesus menunjukkan bahwa Ia hadir dalam setiap kehidupan kita, di mana pun kita pergi dan berada. Kehadiran Tuhan tidak dibatasi. Tiga setengah tahun dalam pelayanan-Nya, Ia yang tidak terbatas dibatasi oleh konteks dan waktu tertentu, namun dengan adanya kebangkitan-Nya kini Ia tidak bisa dibatasi.
Kedua, Yesus telah bangkit, kuburnya telah kosong. Tidak ada ajaran yang kini meragukan kebangkitan Yesus. Namun yang menjadi spirit bagi kita, bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah suatu peristiwa yang mempunyai signifikansi secara kontinyu sampai masa kini dan bahkan masa depan. Hal ini menjadi semangat untuk kita terus memperbaharui diri kita, dan juga sebagai gereja yang terus memperbaharui dirinya sehingga tetap eksis melayani dalam konteks yang terus berubah. Walaupun secara historis penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus hanya sekali, namun kuasa dan makna kebangkitan terus berlaku. Seperti Anda dan saya ketika tubuh divaksin, bukan hanya untuk mencegah virus saat ini, tetapi menjaga kekebalan tubuh sampai kapan pun. Menurut medis, anak yang sejak kecilnya tidak diimunisasi, beranjak besar tubuhnya rentan kena penyakit. Demikian juga kuasa dan makna Paskah bagi kita.
Ketiga, makna penampakan Yesus Kristus adalah peristiwa pemulihan dan pertobatan bagi mereka seseorang (perjumpaan pribadi dengan Tuhan). Peristiwa ini akan terus menerus berlangsung. Tuhan menampakkan diri kepada siapa saja sesuai dengan kehendak-Nya, tanpa memandang status, golongan, latar belakang, dll,. Ia memakai siapa saja dan kapan saja. Ia mentransformasi seorang penganiaya jemaat Allah menjadi seorang misionaris yang sangat militan dan peristiwa akan terus terjadi.
Keempat, menyatakan ungkapan syukur dengan terus melayani. Amin.
Selamat Paskah.
sumber : Fb. Frans Nahak II