Minggu, April 28, 2024
Google search engine
BerandaKEBUDAYAANFilmFilosofi Pendidikan ala Aamir Khan

Filosofi Pendidikan ala Aamir Khan

Bagi anda penggemar film India, terkhusus lagi pada pengagum Aamir Khan, mungkin film ini sudah terbilang kadaluarsa. Tapi, tak apalah, saya ingin menulis tentang film ini. Siapa tahu berguna untuk dunia pendidikan kita.

Taare Zameen Par, yang disutradarai oleh Aamir Khan, sudah beredar di bioskop sejak tahun 2007. Dalam bahasa Indonesia, Taare Zameen Par punya arti: “seperti bintang-bintang di langit”. Film ini bercerita tentang pendidikan anak-anak.

Diceritakan tentang seorang anak yang, sebagaimana tampak di awal film ini, sangat super-bandel. Selalu berkelahi, membolos dari sekolah, selalu tinggal kelas, membangkang pada orang tua, dan saking bandelnya: melemparkan hasil ujiannya untuk dikoyak-koyak oleh dua ekor anjing. Nama anak itu: Ishaan (Darsheel Safary).

Lain dengan kakanya, Yohaan (Sachet Engineer). Dia sangat berprestasi di sekolah, penurut pada orang tua, jago main tenis, tidak pernah berkelahi, dan rajin belajar. Pokoknya, anak inilah yang paling disayangi oleh bapaknya, Nandkishore Awasthi (Vipin Sharma).

Tuan Awasthi ini adalah tipe ayah super-sibuk. Sering bepergian jauh untuk urusan pekerjaan. Saking sibuknya, dia nyaris tidak punya perhatian terhadap anak-anaknya. Terutama terhadap Ishaan. Sedangkan ibunya, Maya (Tisca Chopra), adalah tipe ibu penyayang dan penuh perhatian kepada anak-anaknya. Tetapi tidak bisa membantah apapun yang dikehendaki suaminya.

Model pendidikan di India, sebagaimana digambarkan di film ini, tidak berbeda jauh dengan Indonesia: menghafal, monolog, kompetisi, penyeragaman, sistim ujian, dan penjatuhan hukuman atas setiap kesalahan. Lantaran model pendidikan “model penjara” itu, Ishaan menjadi langganan ‘orang hukuman’. Dia juga korban dari sebuah cap pahit dalam dunia pendidikan yang tidak sabar dan telaten mendidikan anak: idiot alias bodoh.

Pak Awasthi adalah tipikal orang tua pada umumnya. Pokoknya, dia tidak mau tahu, anaknya harus hebat: pintar dan berprestasi. Nah, jangankan berprestasi, untuk baca-tulis saja Ishaan kewalahan. Dia melihat huruf seperti menari-nari.

Sayangnya, baik sekolah maupun orang tuanya, gagal mengetahui mengapa Ihsaan sulit membaca dan menulis. Ihsaan adalah korban dari sekolah yang tidak mengerti memperlakukan anak berkebutuhan khusus (special needs). Dia menjadi frustasi, tertekan, dan selalu ketakutan.

Singkat cerita, sekolah pun menyerah. Akhirnya, Ishaan diboyong orang tuanya untuk bersekolah di Sekolah Asrama. Sekolah baru ini tidak lebih baik. Malah lebih buruk, di mata Ishaan, karena menerapkan tiga sistim dalam penjara, yakni kepatuhan, kedisiplinan, dan kerja keras, untuk memastikan anak didiknya sukses dalam pasar tenaga kerja kapitalisme.

Hingga, pada suatu hari, datanglah guru seni pengganti. Namanya: Ram  Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Dialah yang pelan-pelan mengenali persoalan Ishaan dan menemukan jalan keluarnya. Rupanya, anak baik ini menderita Disleksia (Dyslexia), sebuah gangguan dalam kemampuan baca-tulis yang terjadi pada anak-anak usia 7-8 tahun.

Guru Nikumbh  punya gaya mengajar yang berbeda. Kadang menyanyi, bermain seruling, bercerita tentang tokoh-tokoh besar, dan bermain bebas di alam raya. Untuk membangkitkan kepercayaan diri Ihsaan dan anak-anak lainnya, dia bercerita tentang tokoh-tokoh besar yang masa kanak-kanaknya juga menderia disleksia, seperti Albert Einstein, Leonardo da Vinci, Thomas Alva Edison, Pablo Picasso, Agatha Cristie, dan lain-lain.

“Tapi kenapa saya tiba-tiba menceritakan semua ini? Untuk menunjukkan bahwa ada permata di dalam diri kalian, yang bisa mengubah arah dunia, karena bisa melihat dunia dengan cara berbeda. Cara berpikir mereka unik dan tidak semua orang mengerti mereka. Mereka muncul sebagai pemenang dan dunia takjub,” kata guru Nikumbh .

Film ini mengeritik lembaga pendidikan yang membuat sekolah tak ubahnya penjara, yang merenggut kebahagiaan anak-anak dan membunuh bakat alami mereka. Guru Nikumbh menyindirnya sebagai gaya fendidikan fasis.

Film ini juga mengeritik sistim pendidikan kapitalistik yang memperlakukan sekolah tak ubahnya pabrik kapitalis: ada jam sekolah, persaingan, disiplin besi, penyeragaman, dan hukuman atas setiap kesalahan. Mengeritik gaya orang tua yang menjadikan anak-anaknya sebagai objek ambisinya. “Itu lebih buruk dari eksploitasi terhadap anak,” kata guru Nikumbh.

Bagi guru Nikumbh , tugas pengajar—dan juga orang tua—adalah membantu siswa mengembangkan bakat alami mereka. Dan kita tahu, cara pandang ini sudah diperkenalkan oleh Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, hampir seabad yang lampau. Namanya Sistem Among.

Sistim Among menempatkan tugas pengajar adalah membuka dan memberi jalan bagi pengembangan kodrat alam anak-anak didik, bukan dengan perintah, paksaan, dan hukuman, tetapi dengan tuntunan dan bimbingan, sehingga ana-anak didik bisa tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya masing-masing.

Ada dua prinsip utama sistim Among ini. Pertama, kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Dan kedua, kemerdekaan sebagai syarat untuk menggerakkan dan menghidupkan kekuatan lahir dan batin, sehingga dapat hidup merdeka.

Singkat cerita, di bawah bimbingan guru Nikumbh, Ishaan pelan-pelan menemukan kembali kepercayaan dirinya. Dia juga pelan-pelan bisa membaca dan menulis. Dan, rupanya, anak yang dicap pemalas, bandel, dan bodoh ini ternyata anak yang cerdas dan punya imajinasi yang luar biasa. Di akhir film, Ishaan memenangkan lomba melukis di sekolahnya.

Begitulah, film ini sangat menarik. Saya kira, jika anda menyimaknya dengan baik, air mata anda akan menitik. Bukan karena terharu karena hubungan asmara yang kandas, sebagaimana film-film India pada umunya, tetapi betapa sistim pendidikan hari ini telah mengorbankan anak-anak yang masih polos.

Ya, setiap anak berbeda. Tidak ada yang pintar dan bodoh. Hanya soal belajar cepat dan lambat. Tugas kita adalah membantu dan menyemangati mereka agar belajar. Biarkan mereka berkembang menurut bakat alaminya. Bukankah tugas pendidikan adalah memanusiakan manusia.

Risal Kurnia

Taare Zameen Par (Like Stars on Earth) | 2007 | Durasi: 164 menit | Negara: India | Sutradara: Aamir Khan | Musik: Shankar–Ehsaan–Loy | Pemeran: Darsheel Safary, Aamir Khan, Tisca Chopra, Vivin Sharma, Sachet Engineer, dan Tanay chheda.

sumber berita : berdikarionline, 26 Desember 2015

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments