Jumat, November 15, 2024
Google search engine
BerandaJURNALISME WARGABukan Orang BiasaTrisno Johannes Silentio Sutanto Lebih dari Sahabat

Trisno Johannes Silentio Sutanto Lebih dari Sahabat

Requeiscat in Pacem

Tidak ada kosa kata yang dapat menggambarkan keberadaanmu Tris. Kepergianmu di tengah malam menjelang Paskah mengejutkan sekaligus menggugat dan membawaku memasuki dalamnya Sabtu Pengharapan yang sedang dijalani. Seperti kata Dorothe Soelle seorang teolog eksistensial itu “bagaikan jeritan di tengah malam” kepergianmu membawaku menyelami keagungan Tuhan digelapnya malam dan ingatan membawaku pada perjalanan peziarahan kita yang panjang, kala menerima kabar kepulanganmu ke rumah keabadian.

Mengenalmu dan bertemu pertama sekali medio tahun 1998 saat engkau di Madia (Masyarakat Dialog Agama Jakarta) yang sedang melaksanakan sebuah pelatihan di Medan, lalu tdk pernah bertemu dan berkomunikasi pasca itu, hingga bertemu kembali pada tahun 2014 saat kami mulai menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif di PGI, Jakarta. Dan sejak itu kita semakin dekat. Ada banyak program dan perjalanan yang kita lakukan selama periode 2014-2018 kala itu. Pasca dari PGI, perkawanan dan persahabatan kita tidak berakhir, malah semakin intens dan intim. Bermula di dipenghujung tahun 2018, kita bersama Bapak Pdt. Andreas Yewangoe Pdt. DR. Phil Karel Erari Wahyuningtyas Woro Mohamad Miqdad mendirikan Paritas Institute.

Dan sejak saat itu hingga di ujung tahun lalu (2023) ada banyak propinsi, puluhan kota dan kabupaten telah kita jelajahi bersama Paritas Institute di seantero Indonesia mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, Sulawesi hingga Papua.

Paritas Institute seolah menjadi sebuah keluarga bagi kita khusunya kita yang sering menyebut diri 4 Sekawan. Ada banyak canda, ada banyak perdebatan, ada banyak tawa dan ada banyak curhatan yang terlukis pada kanvas kebersamaan kita. Trisno Sutanto bagi kami tidak sekedar kawan dan kolega namun lebih dari sahabat. Kehadiranmu selalu memberikan keceriaan dengan canda-candamu nan renyah namun cerdas tapi juga kedamaian dengan kematangan jiwamu, seperti katamu, kamu sudah selesai dengan dirimu, kamu sudah paripurna.

Namun, tidak jarang juga keberadaanmu seolah bagai mentor dengan segala macam masukan yang kau berikan. Dan itu juga yang terjadi saat kita si 4 Sekawan seperti biasa berkumpul di rumahmu, di ruang baca dan perpustakaan pribadimu, kita memulai diskusi tentang ide untuk maju sebagai anggota DPD RI dari Dapil Sumatera Utara. Dan munculnya visi: Tidak Seorangpun Boleh Diabaikan adalah refleksi kita bersama kala itu. Gerakan Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) dan Gerakan Oikumene Gereja-gereja kehilangan.Trisno Sutanto adalah seorang yang memiliki keluasan pikiran dan pengetahuan.

Trisno adalah seorang sosok pemikir bebas namun asyik. Bahkan seorang kawan sampai menyebutnya, mungkin Trisno adalah inkarnasi beberapa orang pintar yang menyatu dalam dirinya. Luasnya keilmuan yang didalaminya mulai dari Sastra, filsafat, teologi, sosiologi hingga politik dan Budaya, sering membuat kita terkagum-kagum pada sosok yang sangat egaliter dan sederhana ini. Keluasan pengetahuannya ini juga mungkin yang membuatnya menjadi sosok yang egaliter dan sederhana itu yang selalu dapat menikmati setiap situasi dan keadaan. Ke-egaliterannya, mewujud dalam praksis kesehariannya.

Trisno adalah sosok yang menghargai siapa saja tidak terkecuali. Bahkan, tidak sedikitpun seorang Trisno Sutanto akan tersinggung ketika orang yang jauh lebih muda usianya memanggilnya dengan namanya saja; Tris, tanpa embel-embel: Pak, Bang, Mas dan lainnya, dia nyaman dengan semuanya. Dan kesedeharanaannya terlihat dengan apa yang selalu dikenakannya sebagai pakaian “kebesarannya”: jeans yang tampak warnanya mulai memudar, kaos oblong dan sesekali kemeja dan tas selempang kecil berisi tembako dan rokoknya, dan dia menikmati semuanya itu.

Namun, dari luasnya pengetahuan dan pemikiran seorang Trisno Sutanto, ada 2 komunitas sekaligus isu yang menjadi consern dan perhatian yang konsisten puluhan tahun terus menjadi perjuangan bagi Trisno. Isu Kebebasan Beragama dan Keyakinan serta Gerakan Oikumene.

Banyak pemikiran Trisno Sutanto tentang perjuangan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang terlihat dari berbagai buku, tulisan dan aktivitas yang terus digelutinya. Bahkan mungkin dapat dikatakan bahwa Trisno Sutanto adalah salah seorang yang turut menancapkan tonggak pemikiran dan perjuangan KBB, toleransi dan perdamaian agama-agama di negeri ini. Para sahabatmu, para aktivis dan komunitas gerakan lintas iman sungguh akan kehilanganmu Tris.

Sementara dalam Gerakan Oikumene gereja-gereja di Indonesia, Trisno Sutanto adalah salah seorang yang hampir 2 dekade menjadi aktor penting atas pengembangan Dokumen Keesaan Gereja (DKG) PGI. Membantu PGI bahkan menjadi kontributor sekaligus menjadi penanggungjawab atas pengembangan DKG di beberapa Sidang Raya PGI, seolah membawa perbincangan tentang Keesaan Gereja-gereja di Indonesia tanpa kehadirannya menjadi tidak lengkap. Gereja-gereja di Indonesia pasti akan kehilangan sosok pemikir dan kontributor penting bagi diskursus Keesaan gereja dan pengembangan DKG ini.

Tris, akan ada banyak lagi jejak-jejakmu yang dapat dituliskan untuk menggambarkan siapa dirimu. Tapi kau terlalu luas Tris, jejak-jejakmu pasti akan menjadi guratan-guratan dan goresan-goresan yang akan dituliskan oleh banyak kawan dan sahabat-sahabatmu. Biarlah pengalaman kebersamaan denganmu akan juga menghidupi semangat dan spiritmu yang luas itu bagi kami. Kita mungkin tidak akan “jalan-jalan lagi sambil kulineran menjaga bangsa dan negeri ini” seperti katamu selalu untuk kita si 4 Sekawan setiap kita akan berangkat berprogram melalui Paritas Institute.

Mungkin kami tidak akan melihatmu menikmati caramu makan yang sepertinya hanya ada 2 kata yakni: enak dan enak sekali. Mungkin kami tidak akan mendengarkan candaan-candaanmu yang renyah nan cerdas laiknya sedang memparodi kehidupan. Dan janjimu untuk ngopi di Senayan seminggu sekali bila kami lolos sebagai anggota DPD RI pasti tidak akan pernah kesampaian.

Tapi kami akan senang mengenang semuanya itu. Pengalaman kebersamaan denganmu adalah lukisan indah pada kanvas kehidupan bagi kami. Kini yang tinggal hanyalah doa, Tris. Kau sedang sedikit tersenyum dengan jenaka dalam perjalanan menuju keabadianmu untuk merangkul Sang Misteri itu.

Selamat jalan Mas Tris. Sampai jumpa di keabadian. Dan kami juga berdoa kiranya Mbak Evelyn Suleeman dan Gabriel akan selalu dipeluk oleh Semesta dalam menjalani Sang Waktu.

sumber : FB Penrad Siagian

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments