Senin, April 29, 2024
Google search engine
BerandaVIEWSOpiniSEKOLAH JAM 5 PAGI? ABSURD!

SEKOLAH JAM 5 PAGI? ABSURD!

oleh: Wilson M.A. Therik*

Sepekan terakhir publik Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Indonesia dibuat heboh oleh penerapan kebijakan masuk sekolah khusus SMA pada pukul 05.00 WITA, ujicoba dilakukan pada siswa Kelas XII di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 6 Kota Kupang dari 10 sekolah yang ditawarkan, kemudian diundur ke jam 05.30 WITA, walaupun tetap ditentang oleh berbagai kalangan. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat nampaknya tetap berkeras dengan kebijakannya yang sayangnya tidak berlandaskan pada kajian akademik. Sebagai seorang doktor dalam bidang studi pembangunan maka sudah seharusnya Viktor Bungtilu Laiskodat paham tentang pentingnya metode dan teknik analisis kebijakan publik (baca: analisis kebijakan pembangunan) dan komunikasi pembangunan sebelum menerapkan suatu kebijakan publik, ini juga pembelajaran bagi institusi pendidikan tinggi untuk lebih selektif menerima dan meluluskan mahasiswa terutama mahasiswa magister dan doktoral.

Sependek pengetahuan saya, Gubernur NTT juga memiliki sejumlah staf khusus dan staf ahli, bahkan ada staf khusus yang mencapai jenjang jabatan akademik guru besar (profesor), sebagian diantaranya bergerlar doktor dan kadidat doktor, harapannya setiap kebijakan publik yang diterapkan hendaknya berlandaskan pada kajian akademik, karena sesungguhnya banyak sekali hasil penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan secara luas oleh para sarjana dari berbagai perguruan tinggi yang ada di NTT maupun dari luar NTT yang dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam pengambilan keputusan/kebijakan publik, saya yakin para staf khusus dan staf ahli Gubernur NTT telah melalukan telaan staf namun tidak sepenuhnya dipakai digunakan, beberapa diantaranya justru kebijakan absurd.

Akumulasi Kebijakan Absurd
Sebelum viral tentang kebijakan sekolah jam 5 pagi, ada beberapa kebijakan absurd yang sempat saya amati diantaranya adalah: Pertama, Peraturan Gubernur NTT Nomor 56 Tahun 2018 tentang Hari Berbahasa Inggris yang ternyata bertentangan dengan Pasal 36 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tentang Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Peraturan gubernur ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Tentu semangat internasionalisasi penting untuk NTT sebagai daerah tujuan wisata namun tentu tidak dengan Ingrisisasi di mana tidak semua wilayah (terutama destinasi wisata) di NTT telah siap dengan sarana dan prasarana untuk belajar bahasa Inggris. Kini Peraturan Gubernur NTT Nomor 56 Tahun 2018 tentang Hari Berbahasa Inggris tinggal kenangan alias tidak dilaksanakan.

Kedua, Peraturan Gubernur NTT Nomor 85 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Taman Nasional Komodo (TNK) Kabupaten Manggarai Barat di mana aturan ini juga mengatur tentang tarif masuk ke TNK sebesar Rp 3,75 juta/orang yang kemudian dicabut setelah mendapat surat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S312/MENLHK/KSDA/KSA.3/10/2022 tanggal 28 Oktober 2022. Walaupun demikian, konflik antara masyarakat dan investor di TNK nampaknya belum berakhir. Konflik di TNK juga mengingatkan saya tentang konflik lahan di Besipae-Kabupaten Timor Tengah Selatan yang juga masih menyimpan bara.

Ketiga, Surat Edaran Gubernur NTT Nomor:025/56/Bo2.1 tentang Pakaian Seragam Pramuka digunakan oleh Pegawai ASN di Lingkungan Pemerintah Provinsi NTT pada setiap hari Rabu. Kebijakan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka di mana pakaian Seragam Pramuka hanya boleh digunakan oleh peserta didik (anggota aktif) Gerakan Pramuka yang penggunaannya diatur oleh Peraturan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 174 Tahun 2012 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pakaian Seragam Anggota Gerakan Pramuka. Tampil beda itu penting namun harus masuk akal, mewajibkan ASN menggunakan pakaian seragam Pramuka bukanlah cara yang logis untuk mendukung pengembangan Gerakan Pramuka.

Keempat, terbitnya Surat Edaran Gubernur NTT yang berlaku per tanggal 7 Maret 2023 yaitu semua warga NTT diimbau untuk jalan kaki sebagai salah satu bentuk pengendalian inflasi. Entah dari mana datangnya pemikiran absurd seperti ini, andaikan yang terjadi adalah hiper-inflasi (hyperinflation) mungkin masyarakat diimbau tidak keluar rumah. Teori Inflasi di belahan dunia mana pun tidak pernah menganjurkan jalan kaki sebagai bentuk pengendalian inflasi, sampai pada titik ini saya menduga bahwa masih banyak kebijakan absurd lainnya yang tidak berlandaskan pada science (ilmu pengetahuan).

Dengan adanya kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi meskipun hanya dilaksanakan di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 6 Kota Kupang dalam bentuk uji coba untuk siswa Kelas XII, sebagian besar warga NTT seperti mendapatkan pintuk masuk untuk melampiaskan kekesalannya atas beberapa kebijakan absurd yang kemudian seolah-olah “melupakan” beberapa praktik baik (best practice) yang sudah dilakukan oleh Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan jajarannya. Menyampaikan protes kepada penguasa tanpa memberi solusi apalagi dilandasi dengan ujaran kebencian bukanlah cara-cara yang bijak.

Sekolah Unggul
Membangun sekolah unggul bukanlah suatu proses yang mudah, saya seirama dengan pandangan para ahli pendidikan yang pemikirannya telah disajikan diberbagai media dalam sepekan terakhir ini bahwa untuk mencari model sekolah unggulan bukan dengan cara memajukan jam sekolah ke jam 5 pagi. Fondasi utama mengembangkan sekolah unggul ada pada budaya pendidikan yang berkualitas dari semua pihak. Belum lagi kepala sekolah dan guru adalah pegawai ASN serta guru kontrak pemerintah. Guru sudah dilatih dengan berbagai metode pembelajaran, dengan mudah pihak Dinas Pendidikan pindahkan karena alasan yang lebih bersifat politik. Belum lagi kultur dan kapasitas belajar ada pada jenjang sebelumnya. Bangun bagus di SMA/SMK, kalau dasarnya di PAUD, SD dan SMP tidak kuat, maka prosesnya akan butuh waktu dan energi lebih. Akan lebih efektif jika desainnya dibangun dari PAUD, SD hingga SMA/SMK. Intervensinya dilakukan secara simultan untuk setiap jenjang yang nanti akan terhubung dengan sendirinya.

Tidak usah berdebat jika ujungnya hanya debat kusir, undang saja kepala sekolah, guru, perwakilan siswa (Ketua OSIS), pengurus PGRI, Dosen FKIP/STKIP, dan orang tua siswa, ajak mereka diskusi yang cerdas, diskusi cerdas melahirkan kebijakan yang masuk akal untuk mewujudkan sekolah unggul dari PAUD hingga SMA/SMK, sekali lagi, sekolah unggul jam 5 pagi? absurd!

*Akademisi UKSW Salatiga/Anggota Forum Academia NTT

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments