Sudah setahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia (dan dunia) dan nampaknya belum ada tanda-tanda kapan pandemi Covid-19 ini berlalu! Terlepas dari upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk pencepatan penanganan Covid-19, suka atau tidak suka, pandemi Covid-19 memaksa kita untuk menyesuaikan aktivitas sosial ekonomi kita baik sebagai konsumen maupun produsen dengan layanan ekonomi digital (digital economy).
Bagi masyarakat yang hidup di wilayah yang terjangkau listrik dan jaringan internet, maka aktivitas sosial ekonomi dengan layanan ekonomi digital bukanlah hal yang sulit, namun berbeda dengan wilayah yang tidak terjangkau listrik dan internet, tekanan ekonomi yang dihadapi tentu lebih berat karena hanya mengandalkan aktivitas ekonomi fisik/luring di tengah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
Ada sektor ekonomi yang cenderung menguat dan ada juga yang cenderung melemah, sektor ekonomi yang menguat ditengah pandemi Covid-19 adalah jasa telekomunikasi, jasa logistik, elektronik, makanan dan minuman (kuliner), kimia., farmasi dan alat kesehatan serta tekstil dan produk tekstil. Sedangkan sektor ekonomi yang cenderung melemah adalah pariwisata, konstruksi, transportasi (darat, laut, dan udara), pertambangan, keuangan, dan otomotif. Dan ada dua sektor ekonomi lainnya yang berpotensi menguat dan bisa juga melemah yaitu sektor pertanian dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Sektor pertanian dan UMKM akan menguat apabila sudah siap (ready)dengan layanan ekonomi digital atau memanfaatkan jejaring marketing digital (toko digital), membuat website atau blog maupun memanfaatkan media sosial seperti facebook, instagram, twitter untuk mempromosikan produk hasil pertanian dan UMKM. Dan sebaliknya sektor pertanian dan UMKM cenderung melemah (bahkan berhenti) jika tidak siap dengan layanan ekonomi digital atau hanya mengandalkan aktivitas kunjungan fisik konsumen.
Khusus untuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan provinsi kepulauan tentu memiliki tantangan tersendiri apalagi belum semua wilayah di NTT terlayani listrik dan terjangkau jaringan internet. Sejak pandemi Covid-19, perekonomian di NTT nampaknya perlahan-lahan juga mulai bersentuhan dengan layanan ekonomi digital atau paling tidak para pelaku ekonomi telah memanfaatkan jejaring marketing digital/toko digital dan jejaring media sosial untuk promosi dan penjualan secara daring. Selain itu sektor perbankan di NTT juga telah menyediakan berbagai fasilitas transaksi ekonomi secara digital. Sayangnya belum semua bentuk layanan publik dari pemerintah berbasis pada layanan elektronik/digital, hal ini tentu menghambat aktivitas ekonomi di NTT terutama di tengah pandemi Covid-19.
sumber foto : digital master
Pandemi Covid-19 nampaknya telah “memaksa” kita untuk siap dengan layanan digital, karena itulah pemerintah provinsi NTT dengan dukungan pemerintah pusat harus mulai menyiapkan layanan publik berbasis elektronik/digital (e-government) secara bertahap dan paripurna mulai dari tingkat provinsi hingga kelurahan/desa (bahkan di tingkat RT/RW yang memungkinkan dengan konsep RT/RW-net), dengan adanya e-government yang paripurna di NTT maka aktivitas ekonomi NTT akan semakin menggeliat.
Terlepas dari pandemi Covid-19, layanan ekonomi digital sebagus apapun tidak akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan ekonomi jika tidak ada dukungan e-government yang paripurna dari pemerintah. Sudah banyak hasil kajian ilmiah yang dihasilkan para peneliti/dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, maupun dalam bentuk skripsi, tesis dan disertasi yang sesungguhnya bisa dimanfaatkan referensi dalam merumuskan kebijakan pembangunan untuk perekonomian NTT berbasis layanan ekonomi digital.
Penulis : Wilson M.A. Therik (Anggota Forum Academia NTT)