Kamis, November 21, 2024
Google search engine
BerandaPOLHUKAMPolitikKANTOR WALIKOTA KUPANG PERTAMA

KANTOR WALIKOTA KUPANG PERTAMA

oleh Mathes Viktor Messakh*

Gedung yg dibiarkan terbengkalai ini adalah gedung yg sangat bersejarah. Inilah kantor walikota (burger mesteer) Kupang pertama (1949-1951) setelah kemerdekaan yang terletak di jantung kota Kupang yaitu di Jl. Sudirman perempatan Komdak. Mulai hancur karena tidak ada yang tahu nilai sejarahnya.

Beberapa menit setelah memosting foto ini, karena banyak teman yg bertanya, saya lampirkan lagi daftar Walikota Kupang sejak kemerdekaan dan foto Walikota pertama yang waktu itu disebut Burger mesteer.

Dan kota waktu itu disebut Gementee Kupang alias Kotapraja Kupang. Namun entah karena kesalahan para arsiparis atau kesalahan mereka yg menulis di website, dituliskan bahwa pemimpin kota Kupang pertama adalah “kepala Heminte”. Itu keliru besar karena kata bahasa Belanda tidak ada yang seperti itu. Kemungkinan itu ditulis berdasarkan cara baca orang lafal tenggorokan Belanda dimana Gementee dibaca Hemintee.

Bagaimana bisa ada Walikota di awal kemerdekaan? Kan walikota administratif saja baru dimulai tahun 1978?

Begini ceritanya: Kota Kupang ini setelah kemerdekaan, pernah menjadi kotapraja (1949-1951), dan kepala kotapraja itu sering disebut kepala Gemente atau dengan kata lain burge mesteer. Burg itu artinya kota (benteng) dan mesteer artinta tuan. Jadinya burge mesteer artinya tuannya kota atau walikota.

Setelah pernah mempunyai walikota, Kupang kemudian dilebur ke dalam Swapraja Kupang. Setelah Swapraja berakhir Kupang kemudian menjadi salah satu kecamatan yg merupakan ibukota kabupaten Kupang. Barulah pada tahun 1978 Kupang diberi status Kota Administratif lagi dan akhirnyapada tahun 1997 menjadi kota Kupang secara definitif.

Sebenarnya wilayah kota Kupang ini sejarahnya cukup panjang. Jauh sebelum hadirnya VOC, Kupang telah menjadi salah satu kota perdagangan di timur Nusantara karena kayu cendana, lilin madu dan budak. Di jaman VOC, sebagai salah satu pos VOC, yaitu di benteng Concordia, sdh ada pemimpinnya. Pemimpin jaman VOC disebut Opperhoofd. Kita tahu bersama bhw walaupun VOC itu organisasi dagang tapi punya kuasa bak sebuah negara gara-gara diberi hak Octroi oleh pemerintah Belanda. Hak-haknya yaitu mencetak mata uang sendiri, punya tentara sendiri dan boleh mengadakan perjanjian atau kontrak dg kerajaan-kerajaan pribumi. Bukannya hebat itu. Itu organisasi dagang rasa negara itu.

Setelah VOC bangkrut di tahun 1799 kota ini tentu saja beralih ke tangan pemerintah Belanda. Pemerintah segera membentuk negara modern pertama di seluruh Nusantara yang disebut Oost-Indie atau Hindia Belanda. Memang sempat secara singkat diganggu dan dikuasai Inggris (British Interregnum) yaitu hanya dari tahun 1811-1816. Namun kr Inggris kekurangan orang, kepala kota ini tetap dipegang orang Belanda. Namanya resident Arnoldus Hazzaart yg memerintah atas nama Inggris. Hazzart ini Belanda yg lahir di Timor dan tak pernah ke Belanda. Namanya cukup harum sebagai resident kr melakukan banyak terobosan waktu itu. Ia meninggal dalam perjalanan ke Sabu dan dikuburkan di kuburan Nunhila.

Setelah Belanda memperoleh kembali kuasa atas Kota Kupang, Belanda tetap menggunakan istilah yg digunakan Inggris untuk pemimpin Kota Kupang yaitu “Resident” dan wakilnya disebut “Assistant Resident”. Dan penggunaan istilah ini terjadi di seluruh wilayah Hindia-Belanda bukan hanya di Timor saja. Hazzart kembali memimpin. Tentu kali ini atas nama pemerintah Belanda. Resident dan wakilnya adalah semacam gubernur dan wakil gubernur yg memimpin seluruh wilayah yg disebut Timor en onderhorigheiden alias Timor dan Pulau-pulaunya.

Keduanya berkedudukan di Kota Kupang yg batas definitifnya baru ditetapkan tahun 1886. Batasnya adalah di gereja Namosain, Rumah Sakit Tentara dan Asrama Brimob. Itulah wilayah yang disebut Goverment gebied alias wilayah pemerintah. Maksudnya pemerintah kolonial. Sedangkan wilayah di luar itu spt Koinino, Oebobo, Bakunase, Oepura tetap diperintah raja setempat. Misalnya dinasti Nisnoni memerintah di Sonbai Ketjil (Kleine Sonbai) yg meliputi wilayah yg sampai tahun 1980an adalah wilayah kecamatan Kupang Barat minus Semau.

Jadi di luar goverment gebied yaitu di luar kota Kupang tetap memerintah raja raja lokal kr Belanda menganut sistem pemerintahan tidak langsung alias memakai tangan raja raja pribumi untuk memerintah. Barulah pada awal abad 20 dengan dalih agar dapat menjalankan pemerintahan yg lebih efektif pemerintah kolonial menggabung-gabungkan kerajaan-kerajaan di luar Jawa yang wilayahnya dianggap kecil. Maka pada tahun 1917 Belanda menggabungkan kerajaan-kerajaan di sekitar teluk Kupang antara lain Sonbai Kecil, Funay, Amabi, Semau, Amfoang, Babau dst. Gabungan kerajaan ini diberi nama Swapraja Kupang. Gabungan di tempat lain disebut lain lagi misalnya kerajaan2 di wilayah yg sekarang disebut TTS disebut Swapraja TTS. Swapraja2 ini memang kemudian menjadi cikal bakal Kabupaten kecuali Rote dan Lembata yg menjadi daerah perbantuan.

Jadi Swapraja Kupang sebagai gabungan kerajaan-kerajaan ini baru dibentuk tahun 1917. Sebagai raja pertama dipilihlah raja yang paling senior saat itu yaitu raja Tanof dari Amabi tetapi beliau keburu wafat sebelum dilantik oleh depdagrinya pemerintah kolonial di Batavia. Sebagai gantinya dipilihlah raja yg muda dan berpendidikan waktu itu yaitu raja Nisnoni dari Sonbai kecil. Raja-raja lain dijadikan fetor di wilayah masing-masing.

Jadi di luar kota Kupang yg kecil waktu itu, raja-raja tetap memerintah. Tidak jauh dari Kota. Misalnya raja Nisnoni berkedudukan di Bakunase, raja Funay di Oepura, raja Amabi di Oebufu dan raja Tanof malah punya rumah di Manutapen.
Di dalam kota Kupang tinggallah orang-orang Belanda, Cina dan Arab (ysng disebut Belabda dg Timur Jauh), orang-orang Merdeka yaitu mereka yg sdh tidak menjadi warga kerajaan tertentu lagi atau keturunan para budak yg telah merdeka).

Setelah Indonesia merdeka pads 17 Agustus 1945, gejolak di Timor dan pulau pulaunya tdk seperti di Jawa dan Sumatra. Bahkan wilayah ysng sekarang disebut NTT bersama dengan Bali dan NTB masih merupakan bagian dari Sunda Ketjil yang masuk dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah sejumlah gejolak kecil pada tahun 1949 diangkatlah seorang kepala Gemente bernama Thobias M.J. Messakh. Ia memimpin hanya 3 tahun yaitu 1949-1951. Kantornya adalah di gedung tua ini dan rumah dinasnya di belakang kantor. Setelah Messakh berhenti menjabat dan pindah menjadi Kepala Pemerintahan Sementara (KPS) di Flores, wilayah kota Kupang digabung ke wilayah Swapraja Kupang alias dipimpin oleh Raja Nisnoni. Messakh sendiri setelah bertugas di Flores dipindahkan ke depdagri di Jakarta sampai pensiun.

Setelah raja Nisnoni hilang pengaruhnya dan terbentuknya Provinsi NTT dimana mulai diangkat para camat dan bupati, kota Kupang cukup lama tidak punya walikota atau apapun namanya. Kota ini menjadi ibukota Kabupaten Kupang dan wilayah kota hanyalah berstatus sebuah kecamatan dalam kabupaten Kupang yg luasnya mencakup Amfoang sampai Amarasi, Rote sampai Noelmina. Barulah pada tahun 1978 kota ini diberi status Kota Administratif (Kotif) dengan Mesakh Amalo ditunjuk sebagai walikota adminitratif. Sejarah seterusnya seperti anda ketahui.

Sekarang kita kembali ke gedung tua yg dulunya adalah kantoor Gemente ini. Mau diapakan gedung ini? Dibiarkan hancur tak berbekas atau direnovasi. Semua tergantung kepedulian warga bangsa yang katanya disebut “besar jika menghargai sejarah”. Walahualam.#bukuku (Tulisan ini juga dimuat pada laman Facebook Matheos Viktor Messakh-14 Mei 2022)

*Dewan Redaksi Taklale.Com dan Sejarawan

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments