Oleh : Asaria Lauwing Bara
Dalam Dunia Patriarkhi, perempuan mendapatkan kekerasan verbal karena statusnya sebagai perempuan. Salah satunya kalah berkaitan dengan keperawanan.
Perempuan yang memilih untuk tidak menikah mendapat kekerasan verbal setiap hari tidak hanya dari laki-laki tetapi juga dari sesama perempuan. Perempuan yang sudah menikah bahwa ia menjalankan tugasnya sebagai perempuan yang ideal dengan menikah dan melahirkan. Yang herannnya tidak ada stigma bagi laki-laki berkaitan dengan keperjakaannya. Apa karena keperawanan lebih penting dan keperjakaan, atau memang tubuh perempuan harus dinilai dan dihakimi karena ia berada dalam kuasa laki-laki?
Laki-laki yang perjaga tidak mendapat stigma perjaka tua.
Perempuan lah yang mendapat stigma perawan tua. Seperti merendahkannya dan menghinanya “perempuan tidak laku”.
Dalam DUHAM, dikatakan bahwa setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai harkat dan martabat yang sama.
Mau menikah atau memilih tidak menikah itu adalah kemerdekaan dan martabatnya tidak boleh direndahkan dengan kekerasan verbal. Setiap hari.
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, salah satu hak yang dijamin adalah hak melakukan pernikahan TANPA PAKSAAN.
Berhentilah menyiksa perempuan dengan menikahkan anak dalam usia muda.
Berhentilah menyiksa kemerdekaan perempuan atas tubuh mereka.
(ditulis oleh Ariz Lauwing Bara)
*Women’s rights are Human rights*
#lusondesendiri #betajuga #ketongsetara #gerakbersama #keperawanan