Siaran Pers 1
SAIFUL MUJANI RESEARCH AND CONSULTING (SMRC)
Jakarta, 24 Maret 2022
Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk lapisan bawah, menolak Pemilu 2024 ditunda ke 2027. Hal ini dikemukakan oleh Pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ yang bertajuk “Siapa Dukung Penundaan Pemilu?” yang disiarkan melalui kanal Youtube SMRC TV pada Kamis, 24 Maret 2022. Video utuh pemaparan Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/VjqS0mue4gI
Saiful menanggapi pernyataan sejumlah elit, seperti Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang menyatakan bahwa masyarakat lapisan bawah tidak menganggap penting pelaksanaa pemilu, tapi yang lebih dipentingkan adalah persoalan ekonomi. Menurut Saiful, barangkali benar masyarakat bawah mementingkan persoalan ekonomi, tapi belum tentu itu berarti mereka menginginkan pemilu tidak dilakukan atau ditunda.
Hasil survei yang dilakukan oleh SMRC justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Saiful menjelaskan bahwa biasanya masyarakat yang dianggap lapisan bawah adalah orang-orang yang tinggal di pedesaaan. Data survei SMRC menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di desa, yang tidak setuju dengan penundaan pemilu sebanyak 83 persen, sementara yang tinggal di kota 82 persen.
“Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam isu penolakan pemilu. Umumnya mereka menolak penundaan,” kata Saiful.
Dari sisi tingkat pendidikan, warga yang tamat perguruan tinggi sebanyak 94 persen menolak penundaan pemilu. Sementara tamat SLTA 85 persen dan tamat SD dan SLTP 77 persen.
“Artinya pernyataan bahwa masyarakat lapisan bawah tidak menginginkan pemilu (dilaksanakan tepat waktu) itu tidak benar. Ada 77 persen masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan SLTP ke bawah menginginkan Pemilu 2024 tetap dilaksanakan,” kata Saiful.
Demikian pula dari jenis pekerjaan. Di sini, kategori pekerjaan dibagi dalam dua kelompok, pekerja kerah biru dan kerah putih. Yang menolak penundaan Pemilih dari masyarakat kerah biru sebanyak 80 persen, sementara kerah putih sebanyak 88 persen.
Saiful menegaskan bahwa tidak benar masyarakat kerah biru tidak menginginkan pemilu tepat waktu. Itu tidak ada dasarnya.
“Ternyata para buruh, pekerja harian, para petani gurem, yang tidak punya lahan, opini umum mereka pemilu tetap di 2024,” ungkapnya.
Opini masyarakat tentang penundaan pemilu cukup konsisten dan meyakinkan untuk menolak. Ini dari pelbagai sisi, elemen masyarakat. Saiful menegaskan, bahwa aspek ekonomi itu penting bagi masyarakat bawah, betul. Tapi itu tidak membuat mereka mengorbankan pemilu.
Begitu dari sisi publik yang menilai kondisi ekonomi rumah tangganya saat ini dibandingkan dengan tahun lalu. Sebanyak 83 persen publik yang mengatakan keadaan ekonomi rumah tangganya lebih baik dari tahun lalu, tidak mau pemilu ditunda. Demikian pula dengan yang mengatakan lebih buruk, 84 persen menolak pemilu ditunda.
“Di satu sisi, masyarakat mengapresiasi kinerja pemerintah. Tapi di sisi lain, soal pemilu, periodisasi, regularitas, masyarakat nampaknya taat pada konstitusi. Ini menunjukkan betapa canggihnya masyarakat melihat dua persoalan. Yang satu terkait dengan kinerja pemerintah, di sisi lain adalah tentang amanat atau perintah konstitusi yang harus dilaksanakan,” kata Saiful.
Hal lain yang juga disinggung Saiful adalah pendapat para ekonom soal pemilu. Menurut Saiful, para ekonom menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu justru membuat ekonomi bergerak.
Dari data-data yang ada, rakyat secara umum menolak gagasan presiden tiga periode maupun penundaan Pemilu. Jumlah rakyat yang menolak itu tidak main-main. Karena itu, kalau dipaksakan, kita tidak tahu konsekuensinya. Bukan tidak mungkin rakyat bergerak, apalagi kalau dimobilisasi.
Kita berharap aspirasi masyarakat ini didengarkan oleh para elit. Dan Presiden Jokowi (bisa) menyatakan secara tegas, seperti Ketua DPR, Puan Maharani, yang secara tegas menyatakan bahwa Pemilu 2024 sudah terjadwal dan akan mengikuti prosedur sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah, DPR dan KPU. Ini akan memberikan kepastian politik dan hukum bagi keberlangsungan kita sebagai negara demokrasi.
—Akhir Siaran Pers—