Oleh Saiful Mujani**
Yang bisa mencalonkan pasangan presiden – wakil presiden hanya partai politik atau koalisi partai politik hasil pemilu 2019 yang mendapat kursi 20 persen di DPR atau 25 persen suara pemilih nasional. Yang memenuhi syarat itu hanya PDIP. Partai-partai lain harus koalisi.
Kalau semua partai di Senayan menghendaki agar calon presiden dari partai mereka masing-masing maka sudah muncul beberapa nama yang didorong atau mulai terlihat bekerja untuk jadi calon presiden: Prabowo (Gerindra), Puan Maharani (PDIP), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat). Partai-partai lain belum terlihat ketua atau wakil ketuanya yang sudah mulai kerja untuk calon presiden.
Karena syarat batas minimal partai untuk bisa mencalobkan sangat tinggi, maka hanya PDIP yang bisa mencalonkan tanpa koalisi. Karena itu, jumlah calon maksimal hanya 4 atau 3.
Apakah PDIP akan mencalonkan Puan untuk jadi presiden? Sejauh ini Puan terlihat sudah melakukan sosialisasi masif. Kalau hasilnya menunjukkan Puan berpeluang cukup bagus untuk menang, mungkin ia akan menjadi calon. Tunggu sekitar 2 tahun lagi.
Bagaimana elite partai tahu peluang baik itu? Biasanya mereka melihat hasil survei. Kalau melihat hasil survei kelima petinggi partai itu, sementara ini Prabowo paling atas, diikuti oleh AHY. Sementara Puan, Airlangga, dan Muhaimin jauh di bawah kedua nama itu. Prabowo vs AHY?
Partai mana yang mau gabung dengan Prabowo atau AHY? Atas dasar bacaan terhadap elite partai, PDIP sudah hampir dipastikan tidak ke AHY. Nasdem kemungkinan tidak ke Prabowo. PDIP dan Nasdem mungkin tak bersama-sama lagi. Nasdem ke AHY? Mungkin. Partai lain? Golkar?
Golkar bisa bersama dengan Prabowo maupun AHY, tergantung Airlangga dapat posisi no 1, no 2, atau tidak? Tergantung siapa yang memiliki peluang lebih baik untuk menang, Prabowo atau AHY? Kalau puan berpasangan dengan prabowo maka Golkar mungkin tak ke Prabowo karena target jadi cawapres sudah terisi Puan. Bila kans AHY baik, Airlangga bisa bersama AHY. Prabowo-Puan vs AHY-Airlangga? Dilihat dari kursi mereka di DPR, sudah cukup.
Partai lain? Mencalonkan Muhaimin? Mungkin, tapi belum terlihat tanda-tanda kompetitif. Belum terlihat gejala Muhaimin bisa unggul atas Prabowo maupun AHY. Lalu? Tidak ada lagi ketua partai yg bisa diandalkan.
Dalam kondisi stok sudah tak ada lagi yang kompetitif dari para ketua partai, jalan keluarnya hanya dua: gabung bersama AHY atau Prabowo, atau cari alternatif di luar petinggi partai. Siapa?
Dilihat dari sentimen pemilih, ada sejumlah nama di luar ketua partai yang menunjukan gejala dukungan kuat dari rakyat: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Khofiffah Indra Parawansa. Di antara nama-nama ini, Ganjar unggul cukup jauh, bahkan besar peluangnya untuk mengalahkan semua calon.
Ganjar bisa mengalahkan semua calon lain. Kalau PDIP tidak mencalonkannya karena memasangkan Puan dengan Prabowo, mungkin Ganjar tidak maju. Kalau Ganjar tidak maju lalu siapa? Mungkin Anies, Ridwan, atau Khofiffah. Sementara, Anies berpeluang unggul atas Prabowo dan AHY.
Bila Anies unggul atas Prabowo, apakah PDIP akan tetap mencalonkan Prabowo? Apakah Golkar akan tetap mendukung AHY? Golkar mungkin memasangkan Airlangga dengan Anies, dan partai-partai lain mungkin akan mendukung Anies-Airlangga melawan Prabowo-Puan: PDIP-Gerindra vs. the rest.
Prabowo-Puan vs Anies-Airlangga (Ridwan atau Khofiffah atau AHY) kemungkin Anies lebih baik peluangnya untuk menang. Yang bisa menghentikan Anies sementara ini tidak ada kecuali Ganjar. Maka yang menentukan kemudian adalah apakah PDIP akan tetap dukung Prabowo lawan Anies karena ingin Puan jadi wapres Prabowo padahal Prabowo akan kalah sama Anies sehingga target Puan tak tercapai?
Atau Anies-Puan lawan Prabowo (berpasangan dg …) untuk mencapai target Puan? Mungkin saja. Manuver Anies selama ini kan rasional saja bukan ideologis, sama seperti Prabowo. Keduanya bisa terima ormas seperti FPI bila menguntungkan.
Bila Anies-Puan, Demokrat dan Nasdem mungkin tidak dukung, Golkar juga mungkin tidak karena Airlangga tak dapat posisi. PKS juga mungkin tidak karena susah berkoalisi dengan PDIP. PKS bisa saja kemudian bergabung dengan Prabowo. Bila ini yang terjadi, maka mungkin ada 3 pasangan calon dari PDIP vs Gerinda-PKS vs Golkar-Nasdem-Demokrat. PKB, PAN, dan PPP bisa ikut salah satu dari 3 poros itu. Capresnya? Prabowo vs Anies vs …. (AHY, Ridwan, atau Khofiffah dan wakilnya Airlangga). Tiga poros ini punya peluang cukup imbang.
Tapi bila PDIP ingin menjaga tradisi rasional seperti 2 kali pilpres terakhir, Puan tidak dipaksakan harus jadi wapres, maka PDIP akan bisa tetap punya presiden dari kadernya sendiri, dengan memilih Ganjar sebagai calonnya. Bila ini yang terjadi, maka capresnya mungkin Prabowo (Gerindra/…) vs Ganjar (PDIP, Golkar, PKB) vs Anies (PKS, Nasdem, Demokrat): Prabowo-…vs Ganjar-Airlangga (Khofiffah) vs Anies-AHY (Ridwan). Dalam keadaan demikian mungkin saja prabowo tidak dapat menarik partai lain untuk bergabung. Dia tidak bisa mencalonkan diri.
Bila Prabowo tidak jadi mencalonkan diri karena partai-partai lain tak ada yang mau mencalonkan, dan Gerindra tak bisa sendirian, maka calon-calon presiden 2024 diisi oleh anak-anak bangsa yang semuanya dari generasi baru. Regenerasi politik terjadi secara alamiah dan politik.
Bila Prabowo tak bisa no 1, mungkin nomor 2 juga diterima. Berpasangan dengan Ganjar, Anies, AHY, Ridwan, atau Khoffifah. Atau mempersilahkan kader Gerindra yang lain untuk maju. Sandiaga Uno adalah kader paling kompetitif di antara kader Gerindra setelah Prabowo. Sandi punya peluang untuk nomor 1 atapun no 2. Dia mungkin lebih flexible. Nasdem dan Demokrat pun kemungkinan menerima untuk no 1 ataupun no 2.
________________
*berasal dari thread akun Twitter @saiful_mujani hari ini (6/11).
**Saiful Mujani adalah guru besar ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting.
Foto : indonews.id