Sepanjang Live Tahbisan Episkopal, selain Mgr. Hironimus Pakaenoni yang jadi pusat perhatian, sosok ini tetap menjadi perhatian saya.
Beliau tetap gesit dan cekatan mengatur jalannya misa, ringkas dan tidak bertele-tele. Beberapa kali tampak beliau memberi gesture (bahasa tubuh) untuk mengarahkan para petugas liturgi.
Mgr. Petrus Turang, hari ini sudah menjadi Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang. Uskup yang dikenal sebagai pribadi yang tegas dan penuh kasih. Beliau tak suka basa-basi dan protokoler yang berbelit, seingat saya beliau orang yang to the point. Kiprah beliau banyak saya dengar dari cerita para imam, biarawan/biarawati dan kaum awam yang kerap kali bersama beliau.
Seingat saya, dua sampai tiga kali saya bertemu beliau di Istana Keuskupan, itupun karena mendampingi pihak lain bertemu dan berdiskusi dengan beliau. Pada suatu diskusi, Beliau memilih memaafkan pihak yang dianggap melukai perasaan umat , meski banyak umat mendesak beliau untuk melaporkan ke polisi. Selain urusan iman umat, saya menangkap kesan beliau sangat paham isu -isu seperti pertanian, peternakan dan pemberdayaan ekonomi.
Hal yang membekas dan tidak saya lupakan ketika Mgr. Petrus Turang saat pentahbisan 27 tahun yang lalu, mengawali homili/khotbah dengan sapaan “Selamat Malam umat” (sesuatu yang tidak lazim saat itu), selanjutnya beliau menyapa dan berterima kasih pada aparat keamanan dan tukang parkir yang mengatur kendaraan di seputaran arena pameran Fatululi (sekarang Lippo Plaza).
Hal lainnya, ketika badai Seroja melanda NTT, ada imam yang datang ke beliau dan akan membawa bantuan dari Jakarta, ketika imam itu menjelaskan prosedur teknis agar bantuan bisa cair, Mgr Petrus langsung menyela : ” Kalau mau bantu, langsung bantu saja, jangan berbelit, umat saya lagi susah, tidak ada waktu lengkapi administrasi,” tegas beliau.
Seingat saya, dalam pembangunan Gereja di Keuskupan Agung Kupang, beliau selalu menekankan kemandirian umat. Beliau tidak terlalu senang jika panitia pembangunan terlalu bertumpu pada proposal bantuan, beliau ingin agar gereja dibangun secara mandiri oleh umatnya, pola bergotong-royong, dengan demikian ada rasa memiliki.
Dengan motto “Berkeliling Sambil Berbuat Baik”, Mgr Petrus telah melakukan karya-karya bersama umat gembalaannya di Keuskupan Agung Kupang. Dengan karakter tegas, tentu ada juga umat atau imam yang menggerutu. “Mau menghadap Mgr Petrus harus doa ulang-ulang,” ujar seorang imam dalam suatu kesempatan. Tapi, mereka tahu, Mgr Petrus selalu penuh kasih merangkul semua umatnya.
Inilah beberapa kesan pribadi saya, tentu kurang lengkap. Kalau ada yang punya catatan, apalagi yang sering bersama beliau, tentu akan lebih lengkap untuk berbagi kisah tentang “Sang Emeritus.”
Saya dengar beliau akan kembali ke tanah kelahirannya di Sulawesi Utara, tapi cinta dan teladannya tetap hidup di dalam hati kami umatmu.
Seperti cinta yang besar pada Mgr Hironimus, Uskup kami yang baru, begitupun ada rasa rindu yang dalam untuk Mgr Petrus Turang, Sang Emeritus.
Selamat sore.
Gusti Brewon
Umat Paroki Sta.Maria Asumpta – Kupang.