TAKLALE.COM-Oebufu, Ungkapan dalam bahasa Meto (Amarasi Ro’is) berarti testa (=dahi) bengkok. Ir Penu adalah kata sifat yang menunjuk pada orang dengan perilaku tertentu. Di kalangan orang Meto, setidak-tidaknya di kampung saya, tempat saya tinggal sampai usia 13 tahun, ungkapan ini mengandung arti yang khas. Saya jelaskan.
Bila ada satu komunitas manusia (entah budaya, agama, sosial, politik, kelompok arisan), yang selalu kompak, saling dengar-dengaran, saling peduli, sudi bekerja sama, maka komunitas itu pasti aman tentram dan damai sejahtera. Bila ada seseorang yang iri hati melihat komunitas yang baik itu dan ingin merusaknya, maka ia bisa meminta kepada “Tuan Angin Jahat” untuk mengirimkan sejenis angin jahat kepada satu orang anggota komunitas yang baik itu. Angin jahat itu disebut Ir Penu (dahi bengkok). Orang yang kena angin jahat itu juga disebut Ir Penu, karena cara berpikirnya menjadi bengkok, tidak sesuai dengan yang seharusnya. Angin jahat itu menjadi daya kreatif dalam diri orang yang dikenainyya begitu rupa sehingga orang itu, walau cuma seorang saja, sanggup menciptakan huru-hara dan pertengkaran melalui kata-kata yang diucapkannya, sehingga komunitas itu kehilangan damai sejahtera, kehilangan semangat saling dengar-dengaran, kelilangan kepedulian satu terhadap yang lain. Komunitas yang damai itu berubah menjadi komunitas yang resah dan tidak nyaman, karena saling mencurigai, gara-gara “dahi bengkok.” Kehadiran si Ir Penu menjadi semacam “duri dalam daging komunitas yang baik itu, yang selalu menusuk, mengganggu, menggelisahkan.
Bila ada beberapa anggota dari komunitas itu masih memiliki semangat yang kuat untuk memperbaiki komunitas itu, maka mereka harus bekerja keras, sambil memohon kekuatan dari Angin Bae, agar Angin Bae itu bisa meniup dan merasuk lebih kencang mengalahkan kuasa si jahat yang bekerja dalam diri Ir Penu, agar ia disembuhkan, supaya komunitas bisa diakurkan kembali.
Saya rasa potongan doa Bapa Kami: “Janganlah membiarkan kami jatuh ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari si jahat” bisa dibaca sebagai: “Janganlah biarkan kami dikalahkan dan dirusakan oleh si Ir Penu, tetapi lepaskan kami dari kuasa Ir Penu…”
Nampaknya doa ini amat relevan bahkan makin relevan, ketika kita berada dalam zaman keterbukaan dengan media komunikasi baru, yang menciptakan dunia maya yang penuh dengan ide-ide Ir Penu, dan tanpa kita sadari merusak komunitas manusia yang berwatak manusiawi. Bukankah dalam dunia maya, “Tuan Angin Jahat” bisa membuat agen-agennya (baca: para Ir Penu), menjadi anonim (=tanpa identitas), sehingga mereka bisa menciptakan isue-isue palsu, sepintas seperti benar adanya, dan membuat banyak orang tertipu lalu ikut-ikutan menjadi Ir Penu.
Dalam situasi ini kita ingat pesan rasul Paulus: “Janglanlah kami kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:21). Dalam semangat dorongan Paulus kita berdoa dalam lagu: “Ya Angin Bae” (baca: Roh Kudus), baharuilah dan persatukanlah kami, tuntun hidup kami saling mengasihi dan jauhkan perpecahan. Ya Angin Bae (==Roh Kudus), baharuilah dan persatukanlah kami. Sambut doa kami dalam perjuangan “melawan Ir Penu” (baca: “di kancah dunia.”) (PKJ 98:2. Sejauh saya tahu lagu ini dinyanyikan pertama kali dalam Sidang Raya PGI tahun 1994 di Jayapura, sesuai tema saat itu: Ya Roh Kudus perbaharuilah dan persatukan kami.)
Selamat memberi diri selalu dituntun oleh Angin Bae, Angin Sorgawi (Roh Kudus) pada minggu-minggu sesudah Pentakosta.
Salam dari Oebufu.
Sumber : Laman FB Pdt Semuel Victor Nitti-8 Juni 2022