Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2022). (Ist)
JAKARTA – Ketakutan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk transparan membuka sistim informasi partai politik (SIPOL) menunjukkan ada tekanan yang kuat dan menakutkan bagi KPU. Tekanan dan ketakutan ini akan membahayakan proses Pemilu dan akan mengancam stabilitas negara dan proses politik dimasa depan. Saatnya Proses Pemilu dihentikan sampai terbentuk KPU yang.independen dan kredibel. Hal ini disampaikan oleh Arief Poyuono, mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra di Jakarta kepada pers Jumat (9/12)
“Siapa yang menekan KPU? Pada tahap yang paling awal adalah kehadiran Partai Prima memang mengancam suara pemilih partai-partai besar yang mengklaim nasionalisme, namun gagal membuktikan komitmennya pada nasionalisme. Partai Prima ditakuti akan menggerus suara rakyat dalam legislatif, apalagi rakyat berkali-kali dibuat kecewa oleh wakil-wakilnya di DPR,” ujarnya menanggapi ketakutan KPU.
Ketakutan KPU itu menunjukkan lembaga penyelenggara ini sudah tidak independen sejak awal dan rela mengorbankan rakyat yang mencari partai alternatif.
“Bagaimana rakyat bisa percaya pada lembaga penyelenggara Pemilu kalau sejak awal sudah ketakutan dan tidak jujur. KPU sudah tidak kredibel dan tidak independen dalam proses pemilu berikutnya.
Kalau proses ini dilanjutkan maka semua partai pasti jadi sasaran kecurangan KPU dan rakyat yang akan dirugikan. Karena hasil perhitungan suara KPU tidak letimate dan kehilangan kepercayaan rakyat.
“Sehingga legislatif dan eksekutif yang terpilih menjadi sangat lemah. Stabilitas terancam, investor kabur. Keamanan NKRI terganggu dan perpecahan bisa menjurus disintegrasi,” paparnya.
Kader Gerindra ini sebelumnya juga mendengar bahwa.para komisioner KPU sebenarnya sudah sepakat menjalankan putusan Bawaslu RI untuk meloloskan Partai Prima.
“Namun saya denger para komisioner KPU ditelpon oleh seorang petinggi partai besar, ditekan agar Prima jangan diloloskan,” jelasnya tanpa mau menyebutkan nama partai dan petinggi yang menekan KPU itu.
Para komisioner KPU beberapa hari ini menghindar dari pertanyaan wartawan seputar tekanan tersebut.
*Menyerbu KPU*
Sebelumnya, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat. Massa menuntut KPU menyelenggarakan proses pemilu secara transparan.
Pantauan detikcom, massa tiba di kantor KPU RI sekitar pukul 11.30 WIB. Mobil komando diparkir persis di depan gerbang masuk, diikuti dengan sejumlah orang lengkap dengan berbagai atribut aksi.
“Kami gabungan dari Partai Rakyat Adil Makmur dan Partai Republiku Indonesia hadir di sini kami meminta kepada KPU agar transparan, agar adil, agar jujur dalam melakukan tahapan pendaftaran partai politik menuju pemilu 2024,” kata Juru Bicara Partai Prima, Farhan Dalimunthe dari atas mobil komando Kamis (8/11/2022).
Ia menyebutkan banyak anggota dari Partai Prima di seluruh Indonesia yang dianggap Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU. Namun Farhan menyebut tidak ada penjelasan yang diberikan KPU.
“Tidak pernah ada pemanggilan, kita buat surat pernyataan tidak diakui. Berkali kali-kali kami di dalam berdebat dengan KPU, tetapi tidak digubris sama sekali,” katanya.
“Kita tunjukkan itikad baik kita dan kita tunggu itikad baik mereka (KPU),” tambahnya
Sebelumnya, lima partai politik yang menang sengketa di Bawaslu RI kembali dinyatakan tak memenuhi syarat verifikasi administrasi oleh KPU RI. Mereka menggugat KPU RI ke Bawaslu RI dikarenakan tak lolos verifikasi administrasi pendaftaran Pemilu 2024.
Lima partai tersebut adalah Partai Prima, Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, Partai Republiku Indonesia, serta Partai Keadilan dan Persatuan (PKP). Namun, setelah diberi kesempatan untuk memperbaiki dokumen, KPU menyatakan kelimanya tetap tidak memenuhi syarat.
“Status: tidak memenuhi syarat,” demikian Pengumuman KPU RI Nomor 12/PL.01.1-Pu/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Pemilu Calon Peserta Pemilu 2024 Pascaputusan Bawaslu yang diterima media, Minggu (20/11). (*)
*Narasumber:*
*Arief Poyuono*