Selasa, November 19, 2024
Google search engine

Solidaritas Yesus

Titik Pandang [Minggu I sesudah Epifania, Tahun C]

Solidaritas Yesus

Masa raya Natal mencapai puncak pada 6 Januari yang lalu. Pada tanggal itu dirayakan sebagai Hari Epifania.

Epifania atau ἐπιφάνεια secara literal berarti penampakan diri, kedatangan, kelihatan. Tradisi perayaan 6 Januari itu sudah ada pada masa Sebelum Zaman Bersama (SZB) atau Sebelum Masehi (SM) di Mesir.

Satu di antara beberapa mitos adalah Korê, saudara dewi gandum Grika Demeter, melahirkan Sang Keabadian. Perayaan semi-Gnostik ini marak dirayakan di Aleksandria. Gereja Mesir kemudian mengadopsi tanggal ini sebagai kelahiran Kristus.

Mitos lainnya mengisahkan orang-orang di Aleksandria merayakan kelahiran Dewa Aion, yaitu dewa waktu dan keabadian. Dalam perayaan itu air disapu dan dibuang ke Sungai Nil. Pada mulanya peringatan pembaptisan Yesus di Yordan dinasabahkan dengan perayaan kelahiran Yesus. Gereja Mesir mengadopsi festival musim dingin orang-orang Aleksandria tersebut sebagai penyataan Kristus (Epifania). Perayaan ini juga dipautkan dengan mukjizat air menjadi anggur dalam pesta perkawinan di Kana. Hal ini sejajar dengan pesta Aion yang berlimpah anggur sebagai pengganti air.

Tradisi perayaan Epifania oleh gereja tidak lepas dari kisah kedatangan orang Majus dari Timur (Injil Matius). Mereka datang berkunjung karena mereka melihat bintang-Nya, penampakan Tuhan. Itu sebabnya pada Epifania sangat ditonjolkan aksesoris atau hiasan kedatangan orang Majus. Berbeda dari aksesoris atau hiasan Malam Natal yang menonjolkan kedatangan gembala-gembala pada malam kelahiran Yesus (Injil Lukas). Di sini Gereja mengajar umat bahwa menggabungkan cerita Injil Lukas dan Injil Matius dalam satu cerita adalah tidak tepat. Injil Lukas menyebut Yesus sebagai “bayi”, sedang Injil Matius menyebut Yesus sebagai “anak”. Dengan bahasa masa kini orang-orang Majus itu bertemu dengan Yesus yang sudah batita.

Gereja mengambil tema permulaan pelayanan Yesus dalam perayaan Epifania. Bagi gereja pelayanan Yesus, yang dimula dari pembaptisan-Nya, jauh lebih penting daripada perayaan kelahiran-Nya. Pelayanan Yesus merupakan manifestasi kehadiran Allah (teofania) di tengah-tengah umat. Sebegitu penting kisah awal pelayanan Yesus sehingga tema-tema tentang pelayanan dan pengajaran-Nya dikedepankan.

Minggu ini disebut Minggu Pembaptisan Tuhan (Baptism of the Lord) atau Minggu pertama sesudah Epifania. Secara tradisi Minggu ini dilayankan juga baptisan oleh gereja bagi para calon baptis yang sudah menyiapkan diri sejak Adven. Masa raya Natal terus berjalan sampai Minggu VII sesudah Epifania.

Pendeta-pendeta dan orang-orang Kristen yang ngotot merayakan Natal pada masa Adven, selain tidak mengerti teologi Adven, tidak mengerti liturgi. Ada banyak waktu yang disediakan untuk merayakan Natal, dari 24 Desember malam sampai Minggu VII sesudah Epifania (atau 20 Februari 2022), dengan tema mengikuti bacaan ekumenis atau RCL (Revised Common Lectionary).

Minggu ini bacaan secara ekumenis diambil dari Lukas 3:15-17, 21-22 yang didahului dengan Yesaya 43:1-7, Mazmur 29, dan Kisah Para Rasul 8:14-17.

Dalam bacaan Injil Lukas Minggu ini dikisahkan dua fragmen. Pertama, pengajaran berupa percakapan Yohanes (Pembaptis) dengan para pendengarnya. Kedua, pembaptisan Yesus. Dalam fragmen pertama tentang pertanyaan banyak orang bahwa jangan-jangan Yohanes inilah Mesias. Tentang itu kemudian Yohanes menjernihkan sangkaan mereka. “Ia yang lebih berkuasa daripada aku akan datang,” kata Yohanes, “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Fragmen kedua tentang pembaptisan Yesus. Tertulis di sana “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.’”

Dalam fragmen pertama Yohanes disangka oleh banyak orang bahwa ia adalah Sang Mesias. Mengapa bisa begitu? Yohanes sibuk bekerja menyiapkan “infrastruktur” menyambut kedatangan Kristus. Ia mengajar dan membaptis banyak orang. Kinerja yang luarbiasa itu menyebabkan banyak orang menyangka Yohanes Sang Mesias itu. Yohanes begitu terkenal. Namun siapa sangka Yohanes sangat rendah hati dan menjernihkan isu Mesias. Ia bukanlah siapa-siapa. Ada yang lebih berkuasa daripada Yohanes akan datang. Saking bukan siapa-siapanya Yohanes memerikan bahwa melepas tali kasut-Nya (kasut sepatu zaman dulu) ia tidak layak. Orang yang sangat berkuasa tentu memiliki banyak ajudan/abdi yang melayaninya secara pribadi, misal melepas tali kasut, seperti yang diperikan oleh Yohanes. Maksud Yohanes, disamakan dengan ajudan/abdi saja ia masih lebih rendah daripada itu.

Fragmen kedua, saya kutipkan lagi narasinya “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.’” Bagaimana cara Yesus dibaptis tidak diceritakan sama sekali. Dengan kata lain cerita Pembaptisan Yesus lebih merupakan refleksi teologis ketimbang suatu laporan historis tentang bagaimana Yesus dibaptis.

Dalam bentuk cerita refleksi teologis itu diperikan terjadi secara fisik dengan menggunakan dunia bahasa yang dikenal pada masa itu. Misal, langit atau surga merupakan tempat kediaman Allah sehingga sebelum Roh Allah turun dari surga dengan langit terbuka lebih dahulu. Saat turun dari langit Roh Allah diperikan dalam rupa burung merpati yang memiliki sayap untuk terbang.

Suara Allah dari Surga juga diperikan seperti suara manusia yang bisa didengar telinga manusia. Metafora “suara Allah” itu sebenarnya sejenis dengan metafora “Allah berfirman” karena keduanya memerikan Allah seolah-olah memiliki mulut yang dapat komat-kamit mengeluarkan suara seperti mulut manusia. Roh Allah turun dan suara Allah terdengar memerikan teologi penyataan Allah (revelation) atau penampakan Allah (epifania atau teofania).

Pemerian Roh Allah turun ke atas Yesus bisa dimaknai sebagai pengesahan Allah atas penugasan orang yang dipilih-Nya itu (bdk. Yes. 42:1 dan 62:1). Penugasan itu lewat jalan unik dan nyentrik, yaitu baptisan Yohanes yang menyimbolkan pembasuhan dosa. Ini adalah simbol penting bahwa Yesus bersolidaritas pada orang-orang marginal yang selalu didakwa sebagai orang-orang berdosa di masyarakatnya.

Ada partai politik mengambil kata solidaritas menjadi nama partainya. Apakah kata solidaritas merefleksikan nama partainya? Menurut partai itu solidaritas adalah orang yang menyerahkan bangunan dan lahan seluas 1.040 m2 dan menurut partai itu belum cukup. Partai itu butuh dua miliar rupiah lagi untuk merenovasi bangunan itu. Seperti itulah solidaritas yang dipertontonkan oleh anak-anak muda kader partai itu. Mereka lebih berwajah selebritis angkuh ketimbang wajah penuh belarasa.

Seorang pengemudi ojek tertabrak taksi. Teman korban menyampaikan berita ini kepada teman-temannya sesama pengemudi ojek. Ratusan pengemudi ojek berkumpul dan bermufakat untuk menghajar pengemudi taksi. Pada hari itu mereka juga melakukan pencegatan terhadap setiap taksi yang lewat. Mereka menyatakan tindakan mereka adalah solidaritas.

Di kehidupan gereja ada pendeta yang mengeluh, misalnya, mobilnya sudah tidak dapat menunjang pelayanannya. Warga jemaat segera membuat urunan untuk membeli mobil baru untuk pendeta. Dalam pada itu ada warga gereja yang sakit keras atau kehilangan pekerjaan. Warga jemaat kemudian berdoa agar warga itu segera sembuh dan mendapat pekerjaan baru. Solidaritas gereja.

Bacaan Injil Minggu ini mengecam tiga contoh solidaritas bengkok di atas. Dalam bacaan Yesus mengajarkan secara radikal solidaritas tidak akan terjadi tanpa belarasa (compassion). Bersolidaritas berarti berbelarasa, yang turut merasakan penderitaan orang-orang marginal; orang-orang yang menjadi korban dalam masyarakat yang dibedakan atas kelas-kelas dan tradisi keagamaan yang memihak kemapanan serta korban penguasa yang korup, serta berbuat nyata bagi mereka untuk membuat kehidupan mereka lebih baik.

Quote of the day: “There’s a fine line between genius and insanity. I have erased this line.” Oscar Levant

Wassalam,
MDS (09012022)

dimuat di Facebook Teologi Publik pada tanggal 08 Januari 2022 dan dimuat seijin penulis Efron Bayern

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments