Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo
(Edisi ke-6)
Tokoh kedua yang dipasangkan secara apik dan atraktif oleh penulis kitab Injil yang bisa kita pakai untuk memaknai relasi masa raya Adventus dan Natal adalah Elisabet dan Maria. Kali ini pemerannya adalah perempuan. Elisabet, sama seperti suaminya Zakaria jelas mewakili umat penantian. Gambaran tentang dirinya sebagai ibu yang mandul, bisa kita pahami sebagai sebuah narasi simbolis tentang kehidupan yang kosong, sia-sia dan tanpa makna. Adventus yang dirayakan terlepas perayaan Natal bisa bermakna sebuah kekosongan.
Lukas menyadari hal itu. Itu sebabnya dia menempatkan kisah Elisabet yang mengandung Yohanes Pembaptis dalam satu bingkai dengan kisah Maria yang mengandung Yesus. Adventus perlu dirayakan dalam prespektif Natal, begitu juga sebaliknya, merayakan Natal dengan cita rasa Adventus.
Untuk maksud itu Lukas bercerita tentang perjalanan Maria ke daerah pengunungan Yehuda untuk menjumpai Elisabet, sanaknya. Kehamilan Elisabet di masa tua, dan kehamilan Maria ketika masih perawan merupakan dua fenomena yang aneh, bahkan membingungkan. Kalau dua hal itu dipahami terpisah, makna yang hendak ditampilkan sama sekali hilang.
Mulanya Zakaria dan Elisabet belum sepenuhnya mengerti arti peristiwa perjumpaan dengan Malaikat itu. Maria juga bingung dengan kehamilannya. Kunjungan Maria kepada Elisabet menyingkapkan makna dari kehamilan aneh dari dua perempuan itu. Yohanes Pembaptis perlu ada untuk mempersiapkan kedatangan Yesus, sedangkan kelahiran Yesus adalah untuk memberi makna kepada pemberitaan Yohanes Pembaptis.
Dalam kaitan dengan masa Adventus kita bisa katakan bahwa sikap suami-istri ini, pergi bersembunyi di daerah pengunung Yehuda merupakan bentuk penghayatan minggu Adventus dalam kesenyapan. Adventus, ya adventus… tidak boleh ada rasa-rasa Natal di dalamnya.
Yang menarik dari kisah ini, Maria justru pergi mencari Elisabet kerabatnya yang bersembunyi itu. Maria sebagai yang mewakili umat yang merayakan Natal pergi mendapatkan Elisabet yang tidak ingin kekhusukan Adventus disusupi gemerlap perayaan Natal. Ini sebuah tipologi yang menarik bagi praktek merayakan adventus dalam perspektif natal dan merayakan natal tanpa kehilangan semangat adventus.
Makin atraktif saja kisah perjumpaan Elisabet dan Maria. Lukas katakan bahwa ketika Salam Maria sampai ke telinga Elisabet, “anak yang berada dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan.” Tidak bisa tidak, kita boleh menjadikan deskripsi penuh muatan emosional ini untuk menghormati pelaksanaan perayaan Natal di masa-masa raya Adventus. Perlu dicatat: Elisabet ingin menyendiri, menyepi dan menysukuri anugerah kehamilannya. Elisabet ini membedakan masa hidupnya dengan masa yang akan datang itu. Dalam situasi itu Maria justru datang berkunjung.
Adventus dan Natal perlu dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Adventus yang sejati perlu ditempatkan dalam perspektif Natal, sementara Natal baru bermakna juga dirayakan dengan tetap menjaga nuansa Adventus (bersambung di edisi ke-7).
Sumber : Facebook Eben Nuban II – 18 Desember 2021